KPK Tetapkan Tersangka Baru Korupsi Stadion Mandala Krida
Pengumpulan alat bukti dan penyidikan yang masih berjalan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida yang menggunakan APBD Tahun Anggaran 2016/2017 di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"KPK menetapkan kembali satu orang sebagai tersangka yang dapat dipertanggungjawabkan atas timbulnya perbuatan melawan hukum dalam perkara dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (22/3/2023).
Meski demikian, KPK belum mengumumkan kepada publik siapa tersangka baru tersebut maupun perannya dalam kasus tersebut. Hal ini karena pengumpulan alat bukti dan penyidikan yang masih berjalan.
"Ketika kecukupan alat bukti terpenuhi, tentunya kami segera akan mengumumkannya," ujarnya.
Ali menerangkan bahwa penetapan tersangka baru tersebut atas pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Yogyakarta dengan terdakwa Heri Sukamto.
Diketahui bahwa KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yakni Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Edy Wahyudi (EW), Direktur Utama (Dirut) PT Arsigraphi Sugiharto (SGH), dan Direktur Utama PT Permata Nirwana Nusantara Heri Sukamto (HS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY pada tahun 2012 mengusulkan proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan tersebut disetujui dan anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
EW diduga secara sepihak menunjuk langsung PT Arsigraphi (AG) dengan tersangka Sugiharto selaku direktur utama yang menyusun tahapan perencanaan pengadaan. Salah satu perencanaan itu terkait dengan nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.
Dari hasil penyusunan anggaran di tahap perencanaan yang disusun SGH tersebut, diperlukan anggaran senilai Rp135 miliar untuk 5 tahun. KPK menduga ada beberapa jenis pekerjaan yang nilainya di-mark up dan langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dahulu.
Khusus pada tahun 2016, disiapkan anggaran senilai Rp 41,8 miliar, kemudian pada tahun 2017 disiapkan anggaran senilai Rp45,4 miliar. Salah satu jenis pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut, antara lain, penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion, yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh EW.
Dalam pengadaan pada tahun 2016 dan 2017, KPK menduga HS bertemu dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang.
Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut kepada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
Selain itu, saat pelaksanaan pekerjaan, beberapa pekerja diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 31,7 miliar.