Mengapa Berkata Jujur Disandingkan dengan Perintah Beriman dan Bertakwa?
Islam adalah agama yang menekankan kejujuran
Oleh : Asep Saefuddin, Pimpinan Majelis Zikir Al-Bahuri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ada banyak ayat Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang bisa kita baca untuk memastikan kalau Islam adalah Agama Kejujuran. Bagaimana tidak?
Rasulullah SAW sendiri digelari oleh kaum Quraisy dengan gelar “al-Amin”, yang berarti orang yang jujur dan bisa dipercaya. Setiap ucapan yang keluar dari mulut Baginda Rasul adalah ucapan yang tidak pernah dibuat-dibuat, menyalahi fakta apalagi fitnah.
Begitu juga, setiap tingkah laku yang diperlihatkan Nabi Muhammad SAW, adalah tingkah laku yang mewakili yang sesuai dengan apa yang diucapkan, sekaligus mencerminkan sebuah karakter yang memegang erat prinsip-prinsip kebenaran.
Hal itu misalnya terlihat dari dalam diri Rasulullah SAW sewaktu beliau pergi untuk menjajakan barang dagangan milik Khadijah binti Khuwaylid.
Dalam kesaksian seorang pembantu yang dikirim khusus oleh Khadijah untuk memata-matai Nabi Muhammad SAW, beliau adalah sosok pedagang yang tidak pernah melebihkan barang-barang dagangannya.
Yang cacat dibilang cacat, yang bagus dibilang bagus; tanpa dilebih-lebihkan. Begitu halnya dengan harga. Nabi tidak mematok harga yang terlampau tinggi kepada para pembelinya dan berbohong terkait modal pembelian.
Dengan kejujurannya, tak heran kalau Nabi Muhammad SAW tidak membutuhkan waktu lama untuk menjual seluruh barang dagangan yang beliau bawa dari Mekkah.
Setali tiga uang dengan apa yang bisa kita teladani dari Nabi Muhammad SAW, Alquran juga menegaskan nilai-nilai kejujuran tersebut. Dalam Surat Al Ahzab ayat 70-71, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71(
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Dalam ayat tersebut, sangat jelas dan terpampang nyata, kalau Allah SWT memerintahkan hambanya untuk beriman, bertakwa dan jujur dalam berbicara. Ayat di atas juga memperlihatkan kalau perintah untuk berkata jujur disandingkan dengan perintah untuk beriman dan bertakwa.
Artinya apa? Muatan perintah dari Islam agar kaum muslimin selalu berkata dan bersikap jujur, sama dengan muatan perintah untuk beriman dan bertakwa itu sendiri. Iman adalah aspek keyakinan individual, dan berkata jujur adalah dampak serta sikap yang lahir dari keimanan itu sendiri.
Dengan kata lain, kejujuran adalah bukti konkret dari keimanan seseorang. Menjadi hal niscaya jika seseorang yang beriman dan bertakwa, adalah seseorang yang jujur.
Sebaliknya, jika seseorang beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan menjalankan seluruh ritual peribadatan yang diperintahkan, tapi tidak mampu melahirkan serta menumbuhkan kejujuran dari dalam dirinya, maka waspadalah!
Mungkin ada yang salah dari ibadah yang selama ini dia lakukan. Karena jika benar, ibadah-ibadah tersebut akan memberikan dampak positif dan melahirkan sikap serta sifat yang baik nan terpuji, termasuk kejujuran itu sendiri.
Kejujuran tidak hanya terbatas pada aspek perkataan, kejujuran juga meliputi aspek sikap dan pemikiran. Artinya, kejujuran adalah karakter untuk selalu berada di jalan yang benar dan sesuai dengan aturan syariat, yang membenih, mengakar dan tumbuh dalam diri seseorang.
Jujur dalam perkataan dapat menghindarkan seseorang dari segala bentuk pembohongan bahkan fitnah. Kejujuran dalam sikap dalam menghindarkan seseorang dari segala bentuk kezaliman-kezaliman terhadap sesama, Kejujuran dalam hati dan pikiran dalam menghindarkan seseorang dari segala bentuk kecenderungan untuk merencakan kejahatan-kejahatan dan pikiran licik yang merugikan orang lain.
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
Maka sudah sepatutnya, kita sebagai orang Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, juga menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam diri kita masing-masing.
Yang berdagang jujur atas barang dagangannya, yang bekerja kantoran jujur atas pekerjaan yang diembannya, yang bertani jujur atas proses dan hasil taninya dan seterusnya.
Melatih diri untuk terus tenggelam dalam nilai-nilai kejujuran tentunya harus dimulai dari jujur tentang hal yang sederhana dan paling kecil kepada orang-orang yang berada di dekat kita.
Mudah-mudahan, kejujuran yang selama ini kita perjuangkan, akan menjadi hujjah bagi kita kelak di akhirat sehingga Allah SWT memasukkan kita semua dalam barisan para pemenang, barisan orang yang beruntung dan mendapat kebahagiaan akhirat.