Perselisihan Tempatkan Warga Lebanon di Dua Zona Waktu Berbeda
Beberapa institusi menerapkan perubahan zona waktu, sementara yang lain menolak.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Keputusan pemerintah Lebanon menunda dimulainya waktu musim panas selama satu bulan hingga akhir bulan suci Ramadhan mengakibatkan kebingungan massal pada Ahad (26/3/2023). Beberapa institusi menerapkan perubahan, sementara yang lain menolak keputusan itu.
Banyak warga Lebanon berada dalam posisi menyulap jadwal kerja dan sekolah di zona waktu yang berbeda. Dalam beberapa kasus, perdebatan bersifat sektarian, dengan banyak politisi dan institusi Kristen, termasuk gereja terbesar di negara kecil itu, Gereja Maronit, menolak langkah tersebut.
Negara kecil Mediterania itu biasanya memajukan perhitungan jam sebanyak satu jam pada Ahad terakhir pada Maret. Tindakan ini sejalan dengan sebagian besar negara Eropa.
Namun, pemerintah Lebanon mengumumkan pada Kamis (23/3/2023), keputusan Perdana Menteri sementara Najib Mikati untuk mendorong dimulainya penghematan siang hari hingga 21 April. Tidak ada alasan yang diberikan untuk keputusan tersebut.
Video pertemuan antara Mikati dan Ketua Parlemen Nabih Berri yang bocor ke media lokal menunjukkan Berri meminta Mikati untuk menunda penerapan waktu siang hari agar umat Islam dapat berbuka puasa satu jam lebih awal. Mikati menjawab bahwa dia telah membuat proposal serupa tetapi selanjutnya menyatakan menerapkan perubahan itu akan sulit karena akan menyebabkan masalah dalam jadwal penerbangan maskapai, yang disela Berri, "Penerbangan apa?"
Setelah penundaan penghematan siang hari diumumkan, maskapai negara Lebanon Middle East Airlines mengatakan waktu keberangkatan semua penerbangan yang dijadwalkan berangkat dari bandara Beirut antara Ahad hingga 21 April akan dimajukan satu jam.
Sebanyak dua jaringan telepon seluler di negara itu mengirim pesan kepada orang-orang yang meminta mengubah pengaturan jam menjadi manual daripada otomatis agar waktu tidak berubah pada tengah malam, meskipun dalam banyak kasus waktu tetap maju.
Sementara lembaga publik, seperti lembaga swasta, termasuk stasiun televisi, sekolah, dan bisnis, mengumumkan akan mengabaikan keputusan tersebut. Mereka akan beralih ke penghematan waktu siang hari pada Ahad, seperti yang dijadwalkan sebelumnya.
Profesor di American University of Beirut Soha Yazbek merupakan bagian dari orang tua yang mendapati dirinya dan anak-anaknya memiliki jadwal yang berbeda. “Jadi sekarang saya mengantarkan anak-anak saya ke sekolah pukul 08:00 tetapi tiba di tempat kerja saya yang berjarak 42 km pada 07:30 dan kemudian saya berangkat dari tempat kerja pukul 17:00 tetapi saya tiba di rumah satu jam kemudian pada 19:00!!” Yazbek menulis di Twitter.
"Saya tidak gila, saya hanya tinggal di Negeri Ajaib," ujar warga Lebanon itu menjelaskan.
Perpecahan tersebut telah menyebabkan lelucon tentang 'waktu Muslim' dan 'waktu Kristen'. Sementara mesin pencari internet yang berbeda muncul dengan hasil yang berbeda pada Ahad pagi ketika ditanya tentang waktu saat ini di Lebanon.
Banyak yang melihat masalah ini sebagai gangguan dari masalah ekonomi dan politik negara yang lebih besar. Lebanon berada di tengah krisis keuangan terburuk dalam sejarah modernnya.
Sebanyak tiga perempat penduduk hidup dalam kemiskinan dan pejabat Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini memperingatkan negara itu bisa menuju hiperinflasi jika tidak ada tindakan yang diambil. Lebanon tidak memiliki presiden sejak masa jabatan Presiden Michel Aoun berakhir pada akhir Oktober karena parlemen gagal memilih pengganti sejak itu.