Pecat Menhan Israel, Benjamin Netanyahu Dilabeli Diktator
Menhan Israel menyuarakan keprihatinan atas reformasi sistem peradilan.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Berbagai kalangan politisi Israel mengkritik langkah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memecat Yoav Gallant dari jabatannya sebagai menteri pertahanan. Mereka melabeli Netanyahu sebagai seorang diktator.
Mantan perdana menteri dan pemimpin oposisi Israel saat ini, Yair Lapid, mengatakan, langkah Netanyahu memecat Gallant merusak keamanan nasional dan mengabaikan peringatan dari semua tokoh keamanan. “Perdana Menteri Israel berbahaya bagi Negara Israel,” tulis Lapid lewat akun Twitter resminya menyinggung Netanyahu, Ahad (26/3/2023).
Pemimpin Partai Persatuan Nasional Israel Benny Gantz turut mengkritik langkah Netanyahu memecat Gallant. Gantz, yang juga pernah menjabat sebagai menteri pertahanan mengatakan, Israel menghadapi bahaya yang jelas, segera, dan nyata. “Bahayanya menjadi lebih buruk. Netanyahu menempatkan politik dan dirinya sendiri di atas keamanan malam ini,” kata Gantz, dikutip Times of Israel.
Sementara Ketua Partai Yisrael Beytenu Avigdor Liberman menyebut pemecatan Gallant oleh Netanyahu sebagai “kediktatoran terbaik”. “Menteri pertahanan berani mengungkapkan keprihatinan mendalam dari semua kepala cabang keamanan atas disintegrasi IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan bahaya fatal bagi keamanan Israel. Alih-alih mendengarkan (Gallant) dan mengumpulkan kabinet, Netanyahu memilih jalan semua dictator; membungkam suara,” kata Liberman.
Kabar pemecatan Gallant disiarkan Kantor Perdana Menteri Israel pada Ahad malam lalu. “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memutuskan, mala mini, untuk memberhentikan Menteri Pertahanan Yoav Gallant,” katanya tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Gallant dipecat sehari setelah menyuarakan keprihatinan atas proses legislasi yang didorong pemerintahan sayap kanan Netanyahu untuk merombak sistem peradilan di Israel. Upaya perombakan itu telah diprotes publik Israel. Selama tiga bulan terakhir, puluhan hingga ratusan ribu warga menggelar unjuk rasa di seluruh Israel untuk menggagalkan inisiatif perundang-undangan tersebut.
Karena gelombang demonstrasi tak kunjung redam, Gallant, pada Sabtu (25/3/2023) lalu meminta agar proses legislatif terkait rencana perombakan sistem peradilan dihentikan. Menurutnya, rencana perombakan tersebut membahayakan keamanan negara mengingat jajaran militer juga memprotesnya.
Gallant mengungkapkan Pasukan Pertahanan Israel menolak dan memprotes reformasi peradilan yang didorong pemerintahan Netanyahu. “Saya mendengar suara mereka, dan saya khawatir. Peristiwa yang terjadi dan isu-isu dalam masyarakat Israel tidak luput dari Angkatan Pertahanan Israel. Perasaan marah, sakit, dan kecewa yang belum pernah terjadi sebelumnya telah muncul dari mana-mana,” kata Gallant, dikutip Times of Israel.
Setelah melihat gelombang demonstrasi yang tak kunjung usai selama tiga bulan terakhir, Gallant melihat sumber kekuatan di internal Israel terkikis. “Keretakan yang tumbuh dalam masyarakat kita menembus IDF dan badan keamanan. Ini menimbulkan ancaman yang jelas, langsung, dan nyata terhadap keamanan negara. Saya tidak akan mengulurkan tangan untuk ini,” ucapnya.
Pemerintahan Netanyahu dilaporkan akan mendorong pemungutan suara di parlemen Israel atau Knesset pekan ini. Mereka menargetkan Knesset mengesahkan undang-undang (UU) yang akan memberikan pemerintah keputusan akhir atas semua penunjukan yudisial. Pemerintahan Netanyahu pun mendorong Knesset mengesahkan UU yang akan memberi parlemen wewenang untuk membatalkan keputusan Mahkamah Agung dan membatasi tinjauan yudisial atas UU.
Netanyahu dan sekutunya mengatakan rencana perundang-undangan itu akan mengembalikan keseimbangan antara cabang yudisial dan eksekutif. Selain itu, upaya perombakan sistem hukum tersebut dinilai bakal mengendalikan apa yang mereka lihat sebagai pengadilan intervensionis dengan simpati liberal.
Namun para kritikus mengatakan UU itu akan menghapus sistem check and balances Israel dan memusatkan kekuasaan di tangan koalisi pemerintahan. Mereka juga mengatakan bahwa Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi, memiliki konflik kepentingan.