Taliban Didesak Bebaskan Aktivis Pendidikan Perempuan

Matiullah Wesa melintasi Afghanistan dengan sekolah keliling dan perpustakaan

EPA-EFE/SAMIULLAH POPAL
Para siswi yang mengikuti kelas dasar duduk di ruang kelas pada awal tahun ajaran baru di Kabul, Afghanistan, Sabtu (25/3/2023). Tahun pendidikan baru Afghanistan dimulai, tetapi sekolah menengah atas tetap ditutup untuk anak perempuan untuk tahun kedua setelah Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021.
Rep: Amri Amrullah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Seruan keras terus meningkat agar Taliban membebaskan seorang aktivis pendidikan anak perempuan yang ditangkap awal pekan ini di Kabul, pada Rabu (29/3/2023). Seruan itu keluar ketika seorang menteri pemerintah Taliban membela penahanan tersebut.

Seorang aktivis, Matiullah Wesa, pendiri dan juga sebagai presiden Pen Path, sebuah LSM lokal yang melakukan perjalanan melintasi Afghanistan dengan sekolah keliling dan perpustakaan, telah ditangkap di ibukota Afghanistan pada hari Senin.

Sejak pengambilalihan pemerintahan Afghanistan oleh Taliban, hak-hak perempuan dan kelompok minoritas telah dibatasi. Seorang anak perempuan dilarang sekolah setelah menginjak kelas enam, dan tahun lalu Taliban juga melarang perempuan masuk ke universitas.

Wesa telah blak-blakan dalam tuntutannya agar anak perempuan memiliki hak untuk pergi ke sekolah dan terus belajar, dan ia juga telah berulang kali meminta pemerintah pimpinan Taliban untuk mencabut larangannya. Kicauan terbarunya bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru di Afghanistan, namun para anak perempuan Afganistan tetap dikucilkan dari ruang kelas dan kampusnya.

Selasa (28/3/2023) malam, kuasa usaha AS untuk Afghanistan, Karen Decker, mengatakan dia terganggu oleh "beberapa laporan yang sangat mengganggu" tentang orang-orang Afghanistan yang ditahan saat melakukan protes damai untuk mendukung aspirasi mereka.

Mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai mengatakan dia sedih mendengar penangkapan Wesa. Laporan LSM lokal mengatakan pasukan keamanan Taliban menahan Wesa setelah dia kembali dari perjalanan ke Eropa. Otoritas Taliban belum mengkonfirmasi penahanannya, keberadaan atau alasan penangkapannya.

Abdul Haq Humad, direktur publikasi di Kementerian Informasi dan Kebudayaan Pemerintahan Afganistan di bawah Taliban, membela penahanan tersebut.

"Tindakannya mencurigakan dan sistem memiliki hak untuk meminta penjelasan kepada orang-orang seperti itu," katanya Selasa dalam sebuah tweet. “Diketahui bahwa penangkapan seseorang menyebabkan reaksi luas sehingga konspirasi dapat dicegah.”

Saudara laki-laki Wesa mengatakan pasukan Taliban mengepung rumah keluarga itu pada Selasa, mengatakan mereka memukuli anggota keluarga dan menyita ponsel aktivis yang ditangkap itu.

Aktivis media sosial telah membuat tagar untuk mengkampanyekan pembebasan Wesa. Banyak postingan mengutuk penahanannya dan menuntut kebebasan segera bagi aktivis tersebut.

Wesa dan lainnya dari Pen Path meluncurkan kampanye dari pintu ke pintu untuk mempromosikan pendidikan anak perempuan.

“Kami telah menjadi sukarelawan selama 14 tahun untuk menjangkau orang-orang dan menyampaikan pesan untuk pendidikan anak perempuan,” kata Wesa dalam postingan media sosial baru-baru ini. “Selama 18 bulan terakhir kami berkampanye dari rumah ke rumah untuk memberantas buta huruf dan mengakhiri semua kesengsaraan kami.”


sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler