Pakar Dorong Penggunaan Sukuk untuk Pembangunan Infrastruktur Negara

Sukuk diharapkan dapat mengurangi porsi utang luar negeri secara bertahap.

Dok.Republika
Pakar Ilmu Ekonomi dan Keuangan Syariah dari Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri .
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ilmu Ekonomi dan Keuangan Syariah dari Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri mendorong agar instrumen pembiayaan infrastruktur menggunakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara untuk terus dilakukan. Khususnya untuk penyediaan barang atau infrastruktur publik seperti perkeretapian.

"Karena dana pemerintah terbatas, sukuk menjadi salah satu bentuk inovasi tersebut," kata Rahmatina kepada Republika, Kamis (31/3/2023).

Peran SBSN dalam membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia terus mengalami tren peningkatan, salah satu contohnya adalah pembangunan infrastruktur perkeretapian. Total alokasi SBSN sektor perkeretapian 2013-2023 sebesar Rp 50,4 triliun.

Baca Juga


SBSN untuk sektor perkeratapian dilakukan pertama pada tahun 2013 untuk pembangunan proyek jalur ganda Cirebon-Kroya yang merupakan pioneer pembiayaan proyek pertama dengan sumber dana SBSN secara earmark.

Menurut Rahmatina, pembangunan infrastruktur melalui SBSN perlu diberikan atensi lebih oleh pemerintah. Karena, SBSN dinilai memiliki potensi untuk menjadi instrumen keuangan yang penting bagi pembangunan infrastruktur.

Untuk itu, potensi SBSN tersebut perlu dioptimalkan sebagai pembiayaan alternatif bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia, serta diharapkan dapat mengurangi porsi utang luar negeri secara bertahap. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan masyarakat muslim terbesar di dunia, SBSN pun menjadi instrumen syariah yang sangat potensial di pasar modal Indonesia.

Rahmatina melanjutkan, kelebihan pembiayaan dengan sukuk antara lain membantu pembiayaan infrastruktur publik, membantu mengembangkan pasar keuangan syariah, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan infrastruktur dan pembangunan secara umum. Oleh karenanya alangkah baiknya sukuk negara, bisa menjadi sumber pembiayaan APBN dan benchmark bagi sukuk korporasi.

Namun, tetap saja ada tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah minat masyarakat yang masih rendah, khususnya untuk sukuk baru seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS).

"Rendahnya minat sepertinya terkait dengan literasi yang rendah, likuiditasnya yang tidak sebesar produk konvensional, dan terbatasnya SDM serta pemahaman pelaku pasar terhadap sukuk," terangnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler