Michael Cohen, Mantan Pengacara yang Jadi Musuh Trump
Michael Cohen siap menjadi saksi kunci dalam kasus pidana Donald Trump
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Mantan Presiden AS ke 45, Donald Trump sedang dibuat pusing oleh mantan pengacara dan penasihat hukum terpercayanya Michael Cohen, yang menyatakan dirinya siap menjadi saksi kunci dalam kasus dugaan penyuapan menggunakan dana kampanye pada pemilihan di 2016 lalu. Kasus suap diduga dilakukan Trump kepada bintang porno Stormy Daniels agar tutup mulut atas semua perilaku Trump selama ia menjadi Presiden AS.
Loyalitas Michael Cohen, sebagai mantan pengacara Donald Trump, bukan sembarangan. Cohen pernah berkata dia akan melakukan apa saja untuk melindungi mantan presiden Amerika Serikat itu. Cohen sendiri pernah dipercaya Trump menjadi eksekutif puncak di perusahaan real estatnya.
Namun, kini ia justru ditetapkan sebagai saksi kunci karena mantan bosnya menghadapi tuntutan pidana. Direncanakan, Cohen akan bersaksi dua kali di depan dewan juri Manhattan yang mendakwa Trump pada pekan lalu.
Siapakah Michael Cohen?
Pria kelahiran 25 Agustus 1966, atau 56 tahun silam ini merupakan sosok 'antagonis yang blak-blakan', sikapnya berubah 360 derajat dari sebelumnya dari sosok yang setia pada Trump menjadi 'pemecah masalah' kasus Trump. Menurut pengakuannya, hal itu terjadi ketika Trump memintanya untuk membayar bintang porno Stormy Daniels sebesar 130 ribu dolar pada 2016, agar Daniels tidak berbicara tentang hubungan seksualnya dengan Trump pada tahun 2006.
Sayangnya, Cohen mengaku dia telah membayar Daniels dengan uangnya sendiri, sementara uang tersebut tidak diganti oleh Trump atau organisasinya. Kekecewaan Cohen ini membuatnya berbalik arah dan menyerang Trump.
Meski menjadi saksi kunci, Cohen tetap akan berhadapan dengan hukum dan berpotensi dinyatakan bersalah atas tindakannya. Cohen terancam dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena memberikan kontribusi kampanye berlebihan yang melanggar hukum di antara kejahatan lainnya.
Sementara itu, Trump membantah semua tuduhan terhadapnya dan menyebut Cohen sebagai "pembohong berantai" dan "penjahat yang memang harus dihukum." Dia menyebut kasus itu sebagai "persekusi politik dan campur tangan pemilu" dalam upaya Trump menuju kali kedua masa kepresidenannya di pemilu 2024.
Sesuai catatannya sendiri, Cohen dipekerjakan sebagai wakil presiden eksekutif dan penasihat khusus untuk organisasi Trump pada 2007. Sebelum bekerja untuk Trump, dia bekerja sebagai pengacara yang menangani banyak kasus malapraktik, ia juga memiliki armada taksi kuning.
Cohen merupakan, putra seorang korban Holocaust di Perang Dunia ke II. Cohen selanjutnya dipekerjakan Trump setelah pemecatan dewan direksi sebuah kondominium tempat dia memiliki sebuah apartemen. Hal itu dikarenakan dewan direksi berusaha menghapus nama mantan presiden AS itu dari bagian luar gedung.
Beralih ke pengacara pribadinya, Cohen menasihati Trump dalam pencalonannya sebagai presiden tahun 2016. Dia dekat dengan Trump, setelah dia memenangkan pertaruhan presiden AS hingga 2019. Namun setelah itu, ada perubahan drastis dari sikap Trump setelah kalah di pemilu 2020.
Menurutnya, perubahan sikap itulah yang perlu diamati, termasuk soal biaya suap ke Stormy Daniels yang tidak pernah Trump ganti.