Dampak Pembatalan Piala Dunia U-20 Terhadap Politik Dalam dan Luar Negeri
Segala konsekuensi seharusnya telah dipertimbangkan oleh pemerintah.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radityo Dharmaputra berpendapat, batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 bakal berimplikasi pada dinamika politik dalam dan luar negeri. Dalam politik domestik, isu agama khususnya isu Israel-Palestina masih akan menjadi isu sentral yang dapat mempengaruhi pilihan dan dukungan masyarakat, terutama menjelang Pemilu 2024.
"Dalam konteks politik dalam negeri, masyarakat akan menilai orang-orang dan partai yang bersuara keras ini bisa jadi tidak akan mendapatkan dukungan dari masyarakat, entah dia tidak dipilih atau partainya hilang dukungan," ujar Radityo, Selasa (4/4/2023).
Ia melanjutkan, dalam konteks politik luar negeri, peristiwa ini menunjukkan inkonsistensi Indonesia dalam upaya diplomasi hubungan Israel dan Palestina. Menurutnya, berdasarkan peristiwa tersebut, terlihat ketidakkonsistenan Indonesia yang justru menghilangkan modal besar untuk mendamaikan Israel dan Palestina.
"Kita tidak mencoba menggunakan Piala Dunia ini untuk menjadi modal diplomasi, karena kita sudah mengambil posisi yang sejak awal keliru," katanya.
Selain itu, peristiwa ini juga akan menjatuhkan nama baik Indonesia dalam politik global. Bahkan, kata dia, Indonesia bisa kesulitan untuk mengembalikan kepercayaan dunia. Pembatalan tersebut juga disebutnya bisa mematahkan pendapat bahwa Indoneaia merupakan salah satu negara besar di dunia.
"Image Indonesia sebagai negara yang katanya sudah mulai menjadi negara-negara terbesar di dunia yang mampu menjadi tuan rumah itu menjadi berkurang. Biasanya, tuan rumah event olahraga besar itu adalah sinyal bahwa negara tersebut siap menjadi kekuatan besar dunia," ujarnya.
Radityo menambahkan, keikutsertaan timnas Israel dalam ajang sepak bola global tidak dapat disalahkan. Hal tersebut merupakan kewenangan FIFA sebagai penyelenggara. Sedangkan, dalam konteks ini Indonesia hanya sebatas tuan rumah saja.
Maka dari itu, segala konsekuensi seharusnya telah dipertimbangkan oleh pemerintah. "Kalau sudah tau FIFA punya standar ganda dan kita tidak sepakat dengan standar ganda tersebut sejak awal tidak menawarkan diri sebagai tuan rumah, sejak awal kita tidak perlu terlibat di situ. Kalau perlu, sejak awal kita tarik diri dari FIFA kalau mau konsisten," kata dia.