Raja Charles Dukung Penelitian Hubungan Kerajaan Inggris dengan Perbudakan
Sebuah dokumen menunjukkan hubungan historis perdagangan budak transatlantik.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Raja Charles III mendukung penelitian yang mencari hubungan antara Kerajaan Inggris dengan perbudakan. Hal ini disampaikan Buckingham Palace setelah media Inggris melaporkan sebuah dokumen menunjukkan hubungan historis perdagangan budak transatlantik.
The Guardian melaporkan arsip dokumen yang ditemukan sejarawan Brooke Newman menunjukkan pada tahun 1689 Raja William III mendapatkan bagian sebesar 1.000 poundsterling dari Royal African Company (RAC). Perusahaan itu terlibat dalam memindahkan ribuan budak dari Afrika ke Amerika.
Dokumen yang baru ditemukan itu ditanda tangani penguasa budak Edward Colston yang dikenal setelah patungnya diturunkan dan dilempar ke pelabuhan oleh pengunjuk rasa Black Lives Matter di Bristol pada tahun 2020 lalu.
"Masalah ini ditanggapi serius oleh Yang Mulia," kata Buckingham Palace dalam pernyataannya, Kamis (6/3/2023).
Masalah hubungan antara Kerajaan Inggris dengan perbudakan dan seruan kerajaan membayar reparasi tumbuh di negara-negara Karibia. Di mana Charles masih kepala negara di sejumlah negara seperti Jamaika dan Bahama.
Buckingham Palace mengatakan keluarga kerajaan akan mendukung proyek penelitian independen yang mencari hubungan antara kerajaan dan perbudakan di abad ke-17 dan 18 dengan mengizinkan akses ke Koleksi dan Arsip Kerajaan.
Buckingham Palace menekankan pidato Charles pada negara-negara Persemakmuran pada Juni tahun lalu. "Saya tidak bisa menggambarkan dalamnya kepedihan saya atas penderitaan begitu banyak orang selama saya terus memperdalam pemahaman saya mengenai dampak perbudakan," katanya saat itu.
Kerajaan mengatakan proses itu berlanjut dengan "penuh tekad dan semangat" sejak Charles menggantikan ibunya bulan September lalu.
Terjadi unjuk rasa dan seruan permintaan maaf atas perbudakan selama Pangeran William dan istrinya menggelar tur ke negara-negara Karibia pada Maret tahun lalu.
"Mengingat kompleksnya masalah ini penting untuk mengeksplorasinya selengkap mungkin, diperkirakan penelitian akan selesai pada September 2026," kata Buckingham Palace.