DPR Ingatkan Kemendikbudristek Terbuka Soal Kisruh Rektor UNS
Seharusnya Mendikbudristek tidak menandatangani dulu hasil pemilihan rektor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) transparan terkait kisruh dalam pembatalan rektor terpilih Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Abdul Fikri mengingatkan, jangan sampai ketidakterbukaan Kemendikbudristek memunculkan spekulasi-spekulasi dari universitas lain di Indonesia yang juga akan menggelar pemilihan rektor.
“Harus dijelaskan. Tidak seluruhnya ditutupi dengan dalih penyelidikan, penyidikan. Saya kira harus dijelaskan kepada publik hal-hal yang umum, yang bisa dijelaskan secara publik,” tutur Abdul Fikri kepada Republika.co.id, Kamis (13/4/2023).
Kemendikbudristek saat ini tengah disorot terkait pembatalan hasil pemilihan rektor dan pembekuan kerja Majelis Wali Amanat (MWA). Padahal, rektor terpilih sudah dijadwalkan dilantik. Kemendikbudristek berdalih, pembatalan pemilihan dan pembekuan MWA karena ada aturan dari MWA yang bertentangan dengan undang-undang.
Namun, hingga berita ini ditulis, Kemendikbudristek selalu berdalih belum bisa membuka aturan mana dan pasal dalam undang-undang yang mana yang bertentangan. Kemendikbudristek beralasan, saat ini kasus ini masih dalam investigasi Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
Abdul Fikri menilai, apa yang dilakukan Kemendikbudristek ini memunculkan banyak persoalan dan spekulasi. Ia menilai banyak muncul anggapan adanya kejanggalan yang dilakukan pemerintah dalam membatalkan hasil pemilihan rektor UNS. “Andaikan ada indikasi ketidakberesan, kan mestinya ada tools, evaluasi, verifikasi, sehingga tidak ada approval dulu (hasil pemilihan rektor),” ujarnya.
“Ini yang saya kira menjadi heboh, karena kurang berapa jam (pelantikan), kemudian dibatalkan,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan.
Anggota DPR daerah pemilihan Tegal dan Brebes ini menegaskan, anggapan kejanggalan pada kisruh pemilihan rektor UNS karena berdasarkan dasar hukum pembatalan MWA yang dilakukan melalui Peraturan Menteri (Permen). Padahal, menurut pimpinan komisi bidang pendidikan itu, MWA ada dalam Peraturan Pemerintah. Dalam tata urutan perundangan, bahkan permen tidak ada.
Sebab, secara urutan, di bawah UUD, ada UU, kemudian PP, dan selanjutnya peraturan daerah. “Permen ini tidak disebut dalam peraturan perundangan, kecuali dimandatkan oleh UU,” ujarnya.
“Saya bilang harus dijelaskan, hal-hal secara umum harus dijelaskan kepada publik. Kalau tidak spekulasi-spekulasi tidak bisa dibendung. Jangan ini jadi bola liar. Kita ini kan perguruan tinggi ini kan banyak,” tegas Abdul Fikri Faqih menambahkan.