Buatan Oxford, Vaksin Malaria Baru yang Menjanjikan Telah Disetujui di Dua Negara

Sebelumnya, ada vaksin malaria dari GSK, namun pasokannya masih terbatas.

EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Untuk pertama kalinya, WHO menyetujui penggunaan vaksin malaria MosquirixTM buatan perusahaan farmasi multinasional Inggris, GlaxoSmithKline, untuk anak-anak di Afrika. Kini, vaksin baru dari Oxford disetujui penggunaannya di Ghana dan Nigeria.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ghana dan Nigeria telah menyetujui vaksin malaria baru sejak April 2023. Hal ini adalah sebuah langkah penting dalam perang melawan penyakit yang membunuh lebih dari 600 ribu orang setiap tahunnya.

Menurut World Health Organization (WHO), setidaknya 10 negara Afrika lainnya sedang meninjau data uji coba untuk vaksin tersebut. Diperkirakan, ada lebih banyak negara lagi yang memberikan persetujuan dalam beberapa pekan mendatang.

Vaksin, yang dikembangkan oleh para peneliti di University of Oxford di Inggris, adalah yang kedua tersedia untuk umum. Yang pertama, vaksin yang disebut Mosquirix dari pembuat obat GSK telah diberikan melalui program percontohan di Kenya, Ghana, dan Malawi sejak 2019. Hanya saja, pasokannya masih terbatas.

Vaksin baru ini adalah vaksin malaria pertama yang disetujui di Nigeria. Kematian akibat penyakit tersebut di Nigeria mencapai 31 persen dari total kematian di seluruh dunia.

Baca Juga


"Ini kabar baik," ujar Dyann Wirth, seorang profesor penyakit menular di Harvard T.H. Chan School of Public Health di Amerika Serikat, seperti dilansir laman NBC News, Kamis (27/4/2023).

Wirth menyebut vaksin ini dapat menyelamatkan nyawa dan menghindari rawat inap akibat malaria. Vaksin juga berpotensi mengurangi dampak penyakit pada anak-anak yang paling rentan.

Menurut WHO, diperkirakan 619 ribu orang meninggal karena malaria pada tahun 2021, total tahunan terbaru tersedia dan 96 persen dari kematian tersebut terjadi di Afrika. Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk.

Para ilmuwan telah meneliti kemungkinan vaksin malaria sejak 1960-an. Mosquirix membutuhkan waktu lebih dari 30 tahun untuk dikembangkan dan diuji. Untuk mencegah infeksi, negara-negara dengan tingkat malaria yang tinggi kebanyakan mengandalkan kelambu, insektisida, atau obat antimalaria untuk anak-anak.

Langkah selanjutnya untuk vaksin malaria baru
Vaksin Oxford terdiri dari tiga dosis yang diberikan setiap empat pekan. Dosis keempat akan disuntikkan setahun kemudian.

Sejauh ini, satu-satunya data peer-review tentang vaksin malaria Oxford berasal dari uji coba kecil terhadap 450 bayi hingga usia 17 bulan di Burkina Faso. Di antara kelompok itu, vaksin ditemukan mengurangi risiko malaria hingga 77 persen.

Adrian Hill, pengembang utama vaksin dan salah satu direktur Program Oxford Martin tentang Vaksin, mengatakan uji coba Fase 3 terhadap 4.800 anak hingga usia tiga tahun menunjukkan keamanan dan kemanjuran yang serupa. Namun, temuan tersebut belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review.

WHO masih mengevaluasi data vaksin Oxford. WHO belum merekomendasikannya untuk digunakan.

"Negara-negara tanpa proses peraturan mereka sendiri untuk menyetujui vaksin sering kali tunduk pada rekomendasi WHO," ujar Wirth.

WHO mengatakan tidak memiliki garis waktu khusus untuk keputusannya. Menurut Hill, ini mengecewakan, mengingat ada banyak kematian akibat malaria pada anak kecil di Afrika.

Vaksin Oxford lebih murah, yakni tiga dolar AS (Rp 44 ribu) per dosis. Sementara itu, vaksin GSK tersedia dengan harga 10 dolar AS (Rp 148 ribu).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler