Militer yang Bertikai di Sudan Saling Menyalahkan
Pihak yang bertikai di Sudan saling menuduh pihak lawan melanggar gencatan senjata
REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pasukan militer yang bertikai di Sudan saling menuduh pihak lawan melanggar gencatan senjata. Pertempuran mematikan di negara itu sudah memasuki pekan ketiga meski ada peringatan konflik mengarah pada perang saudara.
Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dengan paramiliter Rapid Support Force (RSF) yang pecah pada 15 April lalu. Kedua belah pihak mengatakan kesepakatan gencatan senjata resmi yang berakhir tengah malam akan diperpanjang 72 jam.
"(Perpanjangan gencatan senjata) untuk merespon seruan lokal, internasional dan regional," kata RSF, Ahad (30/4/2023).
Angkatan Bersenjata mengatakan mereka berharap RSF yang mereka sebut "pemberontak" mematuhi kesepakatan tapi tentara yakin RSF berniat terus menyerang. Pertempuran terus berlangsung sepanjang gencatan senjata yang disepakati dengan mediator termasuk Amerika Serikat (AS).
Setelah terdengar pertempuran besar di dekat pusat Kota Khartoum pada Sabtu (29/4/2023) malam. Situasi di kota itu pada Ahad pagi mulai tenang. Pertempuran tentara dan RSF memperebutkan ibukota meluas ke pemukiman warga.
Angkatan bersenjata mengatakan mereka menghancurkan konvoi RSF yang bergerak dari barat ke arah Khartoum. RSF mengatakan tentara menggunakan artileri dan pesawat tempur untuk menyerang sejumlah posisinya di Provinsi Khartoum. Laporan di medan pertempuran belum dapat diverifikasi secara mandiri.
Tentara mengerahkan pasukan Polisi Cadangan Pusat ke selatan Khartoum dan akan mengerahkannya secara bertahap ke daerah lain di ibukota. Polisi Sudan mengatakan sudah mengerahkan pasukannya untuk melindungi pasar dan properti yang menjadi target penjarahan. Pada Sabtu lalu RSF memperingatkan polisi untuk tidak terlibat dalam pertempuran.
Polisi Sudan memiliki banyak pasukan dan bersenjata lengkap serta pengalaman tempur dalam konflik di Darfur dan Pegunungan Nuba di selatan. Pada Maret 2022 lalu AS menjatuhkan sanksi pada pasukan cadangan polisi atas penggunaan kekuatan berlebihan pada pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer 2021.
Sejauh ini tentara berhasil mendorong pasukan RSF menyebar ke berbagai penjuru Khartoum. Angkatan bersenjata menggelar serangan udara dengan menggunakan drone dan pesawat tempur.
Konflik ini mendorong puluhan ribu orang mengungsi keluar perbatasan dan mengiring Sudan terpecah belah. Konflik juga dapat merusak stabilitas kawasan dan memaksa negara-negara asing termasuk Indonesia melakukan evakuasi mendadak warga negaranya.
Dua orang pejabat pemerintah AS mengatakan Washington sudah mengirim sebuah kapal angkatan laut untuk mengevakuasi warga negara AS. Inggris mengumumkan mengatur evakuasi tambahan dari Port Sudan.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan sudah hampir 1.000 warga AS yang dievakuasi dari Sudan sejak konflik pecah. Ia menambahkan konvoi pemerintah AS sudah tiba di Port Sudan untuk menjemput warga AS dan warga lain yang memenuhi syarat ke Arab Saudi untuk melakukan transit.
Namun tampaknya situasi di Sudan semakin memburuk, Kanada mengatakan menghentikan evakuasi lewat udara karena "kondisi berbahaya." Prospek negosiasi juga tampak suram.
"Tidak ada prospek langsung, terdapat persiapan untuk perundingan," kata perwakilan khusus PBB di Sudan, Volker Perthes di Port Sudan.
Ia menambahkan masyarakat internasional dan negara-negara di kawasan bekerja sama dengan kedua belah pihak yang bertikai. Perthes mengatakan kedua belah pihak mulai lebih terbuka untuk melakukan negosiasi dibanding sebelumnya.
Pemimpin Angkatan Bersenjata Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan ia tidak akan pernah duduk dengan ketua RSF Jendeal Mohamed Hamdan Dagalo yang juga dikenal Hemedti yang mengatakan ia hanya akan berunding bila tentara berhenti menyerang.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan bertemu dengan perwakilan Burhan, Daffalla Al-Haj Ali di Riyadh dan menyerukan ketenangan. Arab Saudi memainkan peran penting sebagai mediator gencatan senjata.
Kantor berita WAM melaporkan Wakil Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mansour bin Zeyed juga menelpon Burhan. PBB melaporkan hanya 16 persen fasilitas kesehatan di Khartoum yang beroperasi normal. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengirimkan delapan ton bantuan medis.
Meski pengiriman pasokan ke Khartoum sudah disetujui, negosiasi dengan kedua belah pihak untuk memfasilitasi pengiriman ke kota itu masih dilakukan. Kepala bantuan kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan ia akan datang ke Khartoum.
"(Untuk) mengeksplorasi bagaimana kami dapat membawa bantuan ke jutaan orang yang hidupnya berubah dalam satu malam," katanya.
Ia mendesak jalur aman bagi warga sipil yang hendak melarikan diri dari pertempuran. Griffiths juga meminta kombatan berhenti menggunakan personel, transportasi dan fasilitas medis "sebagai tameng." Setidaknya sudah lima pekerja kemanusiaan tewas dalam pertempuran ini.
Sebelum konflik sudah sepertiga dari 46 juta populasi Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan. Konflik menggagalkan transisi politik ke pemerintahan demokratis setelah militer menggulingkan mantan Presiden Omar Hassan al-Bashir pada 2019 lalu yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade.
Kementerian Kesehatan Sudan setidaknya sudah 528 orang tewas dan 4.599 terluka dalam perang ini. PBB melaporkan angka yang sama tapi yakin jumlah korban tewas yang sebenarnya lebih banyak.