Wamenkumham Ungkap Alasan KPK tak 'Diajak' Tanda Tangani Draf RUU Perampasan Aset
Wamenkumham sebut soal penanda tangan draf RUU wewenang Presiden Jokowi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej menanggapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak ikut membubuhkan paraf dalam draf RUU Perampasan Aset yang akan diserahkan ke DPR. Pria yang akrab disapa Prof Eddy itu menyebut hal itu merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo.
Prof Eddy menjelaskan, Kementerian dan Lembaga Negara yang menandatangani draft sebuah Undang-undang hanyalah yang sudah diamanahi oleh Presiden Jokowi. Sehingga ketika Presiden Jokowi menetapkan lima Lembaga untuk tanda tangan, lembaga lain tak boleh ikut serta tanda tangan.
"(KPK tidak ikut tanda tangan draf RUU perampasan aset?) Yang bilang siapa? Begini, yang melakukan penanda tangan draf itu berdasarkan surat dari Presiden. Jadi kalau Surpresnya hanya lima lembaga ya lima lembaga saja yang melakukan tanda tangan," kata Prof Eddy kepada wartawan.
Prof Eddy menyebut tak semua Aparat Penegak Hukum (APH) mesti tanda tangan dalam draf RUU Perampasan Aset. Oleh karena itu, Prof Eddy tak heran saat KPK urung menandatanganinya.
"Bukan semua APH tanda tangan, begitu ya," ujar Prof Eddy.
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera dikirim ke DPR karena seluruh materi yang sifatnya substantif telah disepakati oleh menteri dan ketua lembaga. Mahfud MD, saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (14/4/2023), menyampaikan dirinya bersama menteri dan ketua lembaga dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memaraf naskah RUU Perampasan Aset.
Di sisi lain, KPK berkelit ketika ditanyai alasan tak menandatangani draft RUU Perampasan Aset. Walau demikian, KPK mengklaim terus mendorong supaya RUU itu secepatnya disahkan. Rancangan aturan tersebut dinilai bakal memudahkan penegakan hukum ketika resmi disahkan.
"KPK merupakan lembaga eksekutif yang independen, bukan di bawah eksekutif secara langsung," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (14/3/2023).