PP Muhammadiyah Permasalahkan Ujaran Kebencian Peneliti BRIN AP Hasanuddin

Meski tak akan bunuh orang Muhammadiyah, AP Hasanuddin diduga mengujarkan kebencian.

Republika/Putra M. Akbar
Tersangka Peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin dihadirkan saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/5/2023). Bareskrim Polri telah menangkap dan menetapkan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin sebagai tersangka terkait kasus ujaran kebencian akibat pernyataan halalkan darah Muhammadiyah yang disampaikan di media sosial.
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pihak kepolisian memberikan keterangan bahwa AP Hasanuddin (APH)  tidak menunjukkan indikasi untuk mewujudkan kata-kata ancaman ingin membunuh warga Muhammadiyah. Namun, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengatakan, yang dipermasalahkan memag bukan percobaan pembunuhan, melainkan ujaran kebencian yang dilakukan APH.

Baca Juga


“Dugaan tindak pidana yang dilakukan APH, bukan percobaan pembunuhan tapi ujaran kebencian sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE,” ujar Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih pada Selasa (2/5/2023).

Dia menjelaskan, orang yang menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) juga merupakan perbuatan yang dilarang dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Menurut dia, hukuman pelaku ujaran kebencian sebagaimana dijelaskan pada pasal 28 ayat (2) adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

“APH juga patut diduga melakukan tindak pidana teror, sebagaimana ketentuan pasal 29 UU ITE mengatur larangan perbuatan teror atau ancaman kekerasan,” ucap Ikhwan.

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” imbuhnya.

Ikhwan mengatakan, hukuman bagi pelaku teror online yang bersifat menakut-nakuti orang lain dengan adalah pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

“Berdasarkn hal-hal tersebut, untuk melakukan proses hukum terhadap APH tidak perlu menunggu akibat dari perbuatanya berupa perwujudan perbuatan pembunuhan, tapi cukup dengan adanya ujaran kebencian karena faktor SARA, dan juga ujaran bersifat teror (ancaman kekerasan) telah memenuhi unsur tindak pidana ITE,” jelas Ikhwan.

“Apalagi status APH adalah PNS, mnjadi faktor pemberat, karena  seharusnya memberikan statemen yang menyejukkan, bukan malah menimbulkan kegaduhan,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Adi Vivid Agustiadi Bachtiar mengatakan, AP Hasanuddin tidak menunjukkan indikasi untuk mewujudkan kata-kata ancaman terhadap warga Muhammadiyah menjadi sebuah tindakan.

Menurut Vivid, AP Hasanuddin yang kini sudah berstatus tersangka, menulis kata-kata ancaman membunuh warga Muhammadiyah karena dalam kondisi lelah.

"Karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah ilmuan, cuma beliau mungkin capek, lelah karena berdebat panjang akhirnya muncul emosi muncul kata-kata yang tidak pantas yang tidak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang memiliki latar belakang keilmuan cukup bagus," kata Vivid.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler