Pemerintah Kaji Dampak Penggunaan LCT Secara Masif di ASEAN
Pemakaian mata uang lokal negara ASEAN diharapkan akan memperkuat stabilitas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia tengah mengkaji dampak penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT) secara masif di perdagangan ASEAN. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Nella Sri Hendriyetty.
"Kami juga sedang menganalisis apa saja kebijakan-kebijakan fiskal yang bisa mendukung penerapan Local Currency Transaction (LCT) ini sehingga bisa mendorong volume perdagangan di ASEAN," kata Nella dalam webinar yang dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Indonesia, sebagai Ketua ASEAN 2023, mendorong kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan secara bilateral atau LCT. Pemakaian mata uang lokal negara ASEAN diharapkan akan memperkuat stabilitas mata uang masing-masing negara anggota dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Langkah tersebut merupakan strategi antisipasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan netralitas ASEAN di tengah tantangan perekonomian global dan konflik yang terus terjadi di dunia.
Selain itu, penggunaan mata uang lokal diharapkan juga akan membuat keragaman di dalam komposisi cadangan devisa dan memberikan perlindungan tambahan pada negara-negara anggota ASEAN terhadap risiko volatilitas mata uang serta menambah kekuatan ekonomi kawasan.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, lanjut Nella, ASEAN akan membentuk gugus tugas untuk merumuskan proses transisi penggunaan mata uang lokal negara-negara ASEAN dalam transaksi keuangan intra-ASEAN.
Meski begitu, pemakaian dolar AS dalam penyediaan cadangan devisa di Indonesia dan sebagian negara anggota ASEAN lainnya saat ini masih sangat dominan. Artinya, ASEAN perlu bekerja sama untuk menciptakan strategi guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS secara bertahap.
"Namun, negara-negara anggota ASEAN tidak mungkin serta merta meninggalkan dolar AS dalam transaksi dagang di luar ASEAN. Karena, hal ini akan memicu kemarahan negara adidaya tersebut dan berpotensi menimbulkan masalah geopolitik," ujar Nella.