Pembebasan WNI Korban TPPO di Myanmar, Ini Respons Keluarga
SBMI mendorong proses hukum pelaku yang diduga terlibat TPPO.
REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU — Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengabarkan pembebasan 20 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Upaya Kemlu mendapat apresiasi dari perwakilan keluarga korban TPPO.
Salah satu keluarga korban, Nurhaida, menyampaikan terima kasih kepada Kemlu dan berbagai pihak yang terlibat upaya pembebasan anaknya di Myanmar.
“Alhamdulillah, saya mewakili pihak keluarga dari 20 korban TPPO di Myanmar, sangat berterima kasih telah mengembalikan seluruh keluarga kami untuk bisa kembali berkumpul. Terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, kepada Direktorat Pelindungan WNI, KBRI Yangon dan KBRI Bangkok, Komnas HAM, Bareskrim Polri, serta teman-teman media yang sudah membantu memfasilitasi dan mengawal pembebasan para korban. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan selain terima kasih,” ujar Nurhaida.
Kemlu melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon dan KBRI Bangkok dikabarkan berhasil melakukan upaya pembebasan WNI korban TPPO yang disekap di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.
KBRI Yangon melalui kerja sama mitra lokal Myanmar berhasil mengevakuasi para korban yang pertama pada 5 Mei 2023 sebanyak empat orang. Selanjutnya pada 6 Mei 2023 sebanyak 16 korban.
Para WNI dikabarkan diamankan ke KBRI Bangkok untuk menunggu kepulangan ke Indonesia. Apresiasi pun disampaikan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
“Kami sangat berterima kasih dan sangat mengapresiasi Kemlu yang dari awal sudah membantu pembebasan 20 WNI yang disekap di Myanmar, sejak awal pengaduan oleh para keluarga korban,” kata Koordinator Departemen Advokasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SBMI, Juwarih.
Juwarih mengatakan, pemulangan 20 korban WNI yang disekap di Myanmar itu tidak akan menghentikan proses hukum untuk menjerat para pelaku perekrut para WNI tersebut. Bahkan, ia menilai, akan memperkuat langkah penegakan hukum.
SBMI mendorong proses hukumnya. Menurut Juwarih, keluarga korban, dengan pendampingan SBMI, akan mengajukan permohonan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendukung upaya penegakan hukum.