Hasil Kajian KPK: Lapas Rentan Korupsi, Mulai Pungli hingga Pengadaan Barang dan Jasa

Menkumham membantah anaknya memonopoli bisnis di lapas.

ANTARA/Reno Esnir
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perkembangan sejumlah perkara yang sedang ditangani penyidik, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/6/2022). Saat ini KPK melakukan pengembangan penyidikan sejumlah kasus diantaranya kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pelaksanaan berbagai proyek di Pemkab Mamberamo Tengah Provinsi Papua, kasus OTT pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta dan kasus korupsi pembangunan gereja di Mimika, Papua.
Rep: Flori Sidebang Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) mengaku telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lembaga pemasyarakatan (lapas). Lembaga antirasuah ini menduga lapas menjadi salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi.

"KPK juga telah menerima sejumlah aduan masyarakat menyoal modus korupsi dalam lapas," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/5/2023).

Ali mengatakan, terdapat berbagai modus korupsi yang dilakukan. Mulai dari pungutan liar (pungli) dan suap-menyuap, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, hingga pengadaan barang/jasa.

KPK melalui pendekatan upaya pencegahan juga pernah melakukan kajian yang menemukan berbagai permasalahan dalam pengelolaan lapas. Diantaranya, kerugian negara akibat pemasalahan overstay, lemahnya mekanisme check and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) rutan/lapas dalam pemberian remisi kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBF).

Kemudian, diistimewakannya narapidana tindak pidana korupsi di rutan atau lapas, risiko penyalahgunaan kelemahan Sistem Data Pemasyarakatan (SDP); serta risiko korupsi pada penyediaan bahan makanan. "Dari temuan tersebut menunjukkan tata kelola lapas merupakan suatu urgensi yang harus segera diperbaiki demi memitigasi risiko korupsi," ujar Ali.

Dia melanjutkan, dalam kajian tersebut, KPK menyampaikan beberapa rekomendasi perbaikan. Pada rekomendasi jangka pendek, pihaknya membuat dan menyepakati Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pengembalian tahanan yang habis dasar penahanannya kepada pihak penahan.

"Yang dilakukan Kementerian hukum dan HAM bersama-sama dengan penegak hukum terkait," tegas Ali.

Kemudian, mengubah sistem pemberian remisi dari positive list menjadi negative list dengan memanfaatkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDPP). Lalu, mengubah mekanisme pemberian remisi dari positive list menjadi negative list. Artinya, narapidana yang tidak melakukan pelanggaran, secara otomatis berhak mendapatkan remisi.

"Sedangkan narapidana yang melakukan pelanggaran, akan dimasukkan ke dalam register F dan tidak berhak mendapat remisi," ujar Ali.

Pemberian remisi, sambung dia, harus dilakukan secara transparan dan akuntabel agar bisa mengurangi jumlah napi dalam rutan dan lapas akibat overcrowd dan overcapacity, serta menutup celah suap-menyuap dari pola interaksi petugas dan narapidana untuk ‘membeli’ remisi. Selanjutnya, melengkapi pedoman teknis SDP dan melaksanakan pelatihan SDP bagi operator secara intensif.

Berikutnya, membuat mekanisme bon penerimaan untuk bahan makanan dan melakukan review atas kinerja vendor, membangun sistem pengawasan internal di level wilayah, membangun mekanisme Whistle Blower System yang efektif dan terintegrasi dengan inspektorat. Terakhir, membangun koneksi SDP dengan Sistem Informasi Penanganan Perkara (SIPP).

Di samping itu, dalam rekomendasi jangka menengah, KPK menyarankan agar dilakukan revisi PP 99 tahun 2012 terkait pemberian remisi pada kasus narkoba. Kemudian, membuat mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika dengan mengoptimalkan peran Badan Pemasyarakatan.

"Menempatkan atau memindahkan napi korupsi ke Nusakambangan," tutur Ali.

Adapun beberapa waktu belakangan, beredar isu dugaan monopoli bisnis di dalam lapas. Isu diduga melibatkan Yamitema T Laoly. Namun, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly membantah tudingan terhadap anaknya, Yamitema Laoly, yang disebut melakukan monopoli bisnis di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Baca Juga


"Ah, bohong besar itu. Enggak ada. Nanti ada keterangan dari kalapasnya," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5/2023).

Yasonna menjelaskan, Jeera Foundation merupakan yayasan yang melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap narapidana. Yayasan tersebut, kata dia, memang memiliki kerja sama dengan beberapa lapas. Selain itu, yayasan tersebut juga pernah meminta Tio Pakusadewo untuk menjadi pelatih.

"Itu kan Tio pernah dua kali di sana. Dia juga pernah dipakai Jeera menjadi pelatih. Jadi, Jeera itu yayasan yang membina napi, barista, (kerajinan) kulit, mereka memang ada kerja sama dengan koperasi di tempat dia itu. Tio pernah diminta pelatih," kata Yasonna.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler