Produksi Ubi Kayu di Lebak Banten Jadi Andalan ekonomi Petani

Permintaan pasar terhadap ubi kayu cenderung meningkat.

Edi Yusuf/Republika
Petani mengumpulkan batang singkong di lokasi kebun singkong yang telah dipanen (ilustrasi). Produksi ubi kayu atau singkong di Kabupaten Lebak, Banten hingga kini masih menjadi andalan ekonomi petani. Sebab, permintaan konsumen cenderung meningkat.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Produksi ubi kayu atau singkong di Kabupaten Lebak, Banten hingga kini masih menjadi andalan ekonomi petani. Sebab, permintaan konsumen cenderung meningkat.

Baca Juga


"Kami dari Januari sampai April 2023 produksi ubi kayu mencapai 10 ribu ton," kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Rahmat, di Lebak, Selasa (9/5/2023).

Produksi singkong yang dikembangkan di 28 kecamatan hingga kini menjadi andalan pendapatan ekonomi petani setempat. Selama ini, produksi singkong rata-rata mencapai 50 ribu ton/tahun dari luas tanam 2.539 hektare di areal lahan darat.

Pemerintah daerah mendorong petani agar terus memperluas pertanian singkong karena permintaan pasar cenderung meningkat. Apalagi pasar Tangerang serta DKI Jakarta siap menampung ribuan ton singkong per bulan.

"Kami optimistis produksi ubi kayu dapat mendongkrak ekonomi petani," kata Rahmat.

Ia mengatakan, para petani ubi kayu dari 28 kecamatan itu terbesar di Kecamatan Maja dan Curugbitung, karena ribuan lahan milik TNI, BUMN, dan perusahaan pengembangbelum dibangun perumahan. Selama ini, kata dia, masyarakat setempat memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami pertanian singkong.

Para petani itu memasok singkong ke sejumlah daerah di Tangerang dan Kebayoran, Jakarta. Produksi ubi kayu itu dijual dengan harga Rp 5.000/kilogram, dan jika diakumulasikan sampai April 2023 sebanyak 10 ribu ton maka bisa menggulirkan ekonomi Rp 50 juta.

"Kami memperkirakan perguliran uang dari hasil singkong bisa mencapai Rp 500 juta/tahun dengan produksi 50 ribu ton," kata dia.

Seorang petani di Desa Cibubur Kecamatan Maja Kabupaten Lebak, Solihin (60 tahun), mengatakan, ia hingga kini mengandalkan ekonomi keluarga dari penghasilan pertanian singkong. Pendapatan ekonomi petani dari komoditas singkong bisa meraup keuntungan Rp 50 juta per hektare (ha) dengan produksi rata-rata 10 ton per ha, dengan harga Rp 5.000 per kilogram (kg).

Produksi singkong dengan masa panen selama 11 bulan dan kebanyakan petani mengembangkan ubi kayu jenis roti dan mentega. Sebab, roti jenis itu banyak diminati konsumen karena rasanya pulen, gurih dan kandungan karbohidratnya cukup tinggi.

"Kami jika panen singkong seluas satu hektare dipasok ke luar daerah, karena sudah memiliki pelanggan tetap," ujar Solihin.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler