PwC: Ekonomi GCC Selamat dari Fase Pemulihan yang Menantang

Ekonomi GCC didukung harga minyak dan neraca negara serta perusahaan yang kuat.

EPA-EFE/ALI HAIDER
Bendera UEA berkibar setengah tiang dengan latar belakang Burj Khalifa (kanan) dan gedung-gedung Dubai (ilustrasi). Menurut konsultan global, PwC, negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) agak terisolasi dari pemulihan ekonomi global yang menantang dan diproyeksi tumbuh 3,2 persen tahun ini karena negara-negara anggota GCC maju dengan visi nasional mereka.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Menurut konsultan global, PwC, negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) agak terisolasi dari pemulihan ekonomi global yang menantang dan diproyeksi tumbuh 3,2 persen tahun ini karena negara-negara anggota GCC maju dengan visi nasional mereka.

Baca Juga


Menurut PwC, dilansir Zawya, Selasa (9/5/2023), ekonomi Kawasan Teluk didukung oleh harga minyak dan neraca negara dan perusahaan yang kuat. Meskipun pertumbuhan global diperkirakan melambat, pertumbuhan di GCC diperkirakan akan bertahan di 3,2 persen dibandingkan dengan 2,8 persen secara global. Dengan begitu, GCC memungkinkan reinvestasi lebih lanjut.

Ekonomi non-migas pulih, bahkan di sektor yang paling terpukul, sebagian didorong oleh kembalinya populasi ekspatriat, kata laporan baru PwC. Namun, Timur Tengah yang lebih luas tetap lebih rentan terhadap tren global dari inflasi tinggi yang terus-menerus, suku bunga, dan ketidakpastian geopolitik.

Secara keseluruhan, kemajuan pada indikator kinerja utama (KPI) GCC di seluruh wilayah cukup menjanjikan, dengan beberapa ruang untuk perbaikan. Misalnya, di setengah jalan untuk Visi 2030, yang diumumkan pada 2016, Arab Saudi telah melihat partisipasi tenaga kerja wanita mencapai 36 persen, melebihi target 30 persen.

Laporan PwC tersebut menambahkan, Abu Dhabi telah membuat kemajuan yang signifikan dalam mendiversifikasi ekonominya. PDB non-migas Abu Dhabi mencapai pangsa 59 persen pada 2021, naik dari 41 persen pada baseline 2005 dan mendekati target 2030 sebesar 64 persen.

Namun, kata laporan PwC, angka PDB itu masih menggambarkan kurang berhasilnya Abu Dhabi dalam mendiversifikasi pendapatan pemerintah. Itu tidak menunjukkan pendapatan non-migas secara langsung tetapi menggabungkan perkiraan IMF Article IV untuk keseluruhan pendapatan minyak UEA. Hasil fiskal Abu Dhabi yang paling baru diungkapkan pada 2020 menunjukkan bahwa pendapatan non-migas hanya sekitar 28 persen dari total, jauh di bawah target 2030 sebesar 49 persen dan hanya sedikit di atas baseline 2005 sebesar 23 persen.

"Peluncuran pajak penghasilan badan tahun ini akan sedikit membantu tetapi efek ini kemungkinan baru akan terasa pada 2025 dan seterusnya," tambah laporan itu. 

Partner dan Kepala Ekonom PwC Richard Boxshall, mengatakan, negara-negara GCC maju menuju tujuan visi nasional mereka. Dia mengharapkan peningkatan momentum dan investasi ulang menjelang COP28 yang diselenggarakan oleh UEA.

Pada 2022, lima negara GCC yang data pariwisata regulernya tersedia, Arab Saudi, UEA, Qatar, Bahrain, dan Oman, menunjukkan perlambatan ekonomi sebesar minus delapan persen di belakang level 2019. Namun, pada kuartal empat, Qatar, Saudi, dan Bahrain dalam kondisi tetap baik, di atas level kuartal empat 2019, kata laporan itu.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler