Demokrat Duga PK yang Diajukan Moeldoko Diketahui Presiden Jokowi

KSP Moeldoko diketahui mengajukan peninjauan kembali terkait sengketa Partai Demokrat

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan pengantar dalam acara Catatan Akhir dan Awal Tahun Kantor Staf Presiden (KSP) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (27/12/2022). KSP menyampaikan laporan kinerja 2022 dan target kerja 2023 dalam acara catatan akhir dan awal tahun yang mengangkat tema Siap Mengawal.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Partai Demokrat, Syahrial Nasution menanggapi analisis Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana terkait 10 upaya ikut campur atau cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satunya adalah lewat peninjauan kembali (PK) Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA).

Partai Demokrat sendiri yakin, MA sebagai kelembagaan akan objektif terhadap persoalan hukum yang ada. Termasuk soal peninjauan kembali yang dilakukan Moeldoko terhadap partai berlambang bintang mercy itu.

"Jika Pak Jokowi diam saja terkait tingkah laku anak buahnya, yaitu KSP Moeldoko, itu bukan urusan Demokrat. Sama halnya, kami pun boleh menduga yang dilakukan Moeldoko sesungguhnya diketahui persis oleh Pak Jokowi," ujar Syahrial saat dihubungi, Rabu (10/5/2023).

Ia menegaskan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat pernah memimpin pemerintahan selama 10 tahun. Keduanya tentu memiliki pengalaman dalam memegang kekuasaan.

"Artinya, Demokrat berpengalaman memimpin dan berkuasa. Tahu persis mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan penguasa. Pak SBY sangat taat konstitusi," ujar Syahrial.

Di samping itu, menilai pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto juga bertentangan dengan sikap Jokowi. Khususnya terkait pertemuan enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka.

Hasto mengatakan, pertemuan Jokowi dan enam ketua umum partai di Istana Merdeka tak membahas politik praktis. Sedangkan Jokowi mengamini, jika pejabat publik juga merupakan pejabat politik.

"Pernyataan Sekjen PDIP tentang pertemuan enam parpol di Istana Negara bertentangan dengan Presiden Jokowi. Jokowi mengakui bahwa tidak diundangnya Partai Nasdem ke Istana dalam pertemuan parpol koalisi pemerintah karena sudah memiliki bakal calon presiden bersama Partai Demokrat dan PKS, yaitu Anies Baswedan," ujar Syahrial.

Padahal, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan adalah sebuah sikap resmi yang konstitusional. Jikalau membahas masa depan bangsa, seharusnya semua partai politik diundang dalam pertemuan itu.

"Bahkan, menjadi lebih bermanfaat untuk negara apabila Presiden Jokowi juga melibatkan parpol lainnya. Tidak sebatas partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah," ujar Syahrial.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler