Duh! Ikan Wader Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Introduksi spesies asing yang invasif bisa menjadi kompetitor atau predator ikan asli

ANTARA/Siswowidodo
Petugas menebar benih ikan bantuan dari Pemprov Jawa Timur di Embung Pilangbango Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020). Pemprov Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan bantuan 130 ribu benih ikan jenis lokal antara lain tawes, nila, tombro, wader cengkareng guna meningkatkan konsumsi ikan bagi masyarakat.
Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Guru Besar Ilmu Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Djumanto menyebutkan, keberadaan ikan wader (Rasbora lateristriata) di alam dalam ancaman kepunahan.

"Spesies ikan yang berstatus rentan, yaitu ikan wader (Rasbora lateristriata) bisa menjadi kritis ketika kualitas habitat ikan wader mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga tidak cocok untuk berkembang biak," kata Djumanto dikutip dari laman resmi UGM di Yogyakarta, Kamis (11/5/2023).

Menurut Djumanto, terdapat sejumlah faktor utama yang mengancam keberadaan ikan air tawar asli perairan darat, termasuk ikan wader. Ancaman tersebut, kata dia, sangat tinggi dengan jenis yang cukup beragam. Salah satunya adalah cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, misalnya, menggunakan alat tangkap yang merusak seperti memakai setrum atau kejut listrik.

Selain itu, perilaku pemancing ikan maupun penggemar ikan yang kurang bertanggung jawab seperti melepaskan spesies ikan tertentu yang berakibat pada penurunan populasi ikan mangsa.

Menurut dia, introduksi spesies asing yang invasif bisa menjadi kompetitor atau predator ikan asli. "Ikan yang berstatus risiko rendah bisa menjadi rentan jika tingkat penangkapan dan gangguan antropogenik lainnya sangat tinggi," kata dia.

Ia mengatakan, perairan umum darat di DIY masih menyimpan sebanyak 47 jenis ikan meliputi 42 jenis ikan lokal atau asli dan lima jenis ikan introduksi, yakni ikan red devil, guppy, nila, sapu-sapu, dan ekor pedang.

Sementara, berdasarkan status keberadaannya, ikan berstatus risiko rendah sebanyak 83 persen, ikan berstatus belum dievaluasi sebesar 13 persen, sedangkan yang berstatus informasi data kurang dan rentan masing-masing dua persen.

Perlindungan dan pelestarian terhadap ikan asli dikatakan Djumanto dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yaitu pemanfaatan ikan terkendali, pembuatan reservat, penebaran atau restocking, pengendalian ikan invasif, domestikasi ikan asli, dan modifikasi habitat pemijahan.

Terkait modifikasi pemijahan, Djumanto menjelaskan bahwa sebagian besar ikan memijah bertepatan saat musim hujan ketika tersedia air yang melimpah dan kualitasnya baik.

Sementara pada ikan wader pari (Rasbora lateristriata) yang mendiami Sungai Ngrancah, Kulon Progo, pemijahan terjadi pada peralihan musim hujan dan kemarau. Yakni, ketika suhu udara rendah dan kandungan oksigen tinggi.

Ia menuturkan, pemijahan bisa dilakukan dengan menyediakan habitat pemijahan berupa cekungan yang berukuran sekitar 2x1 meter persegi dan rerata kedalaman air 30 cm dengan substrat dasar pasir pada sisi sungai dapat memicu ikan wader pari untuk datang dan memijah.

Semakin banyak cekungan sebagai habitat pemijahan di sepanjang sisi sungai dapat meningkatkan peluang ikan wader pari untuk memijah sehingga populasinya akan tinggi. Mode yang sama dapat digunakan untuk jenis ikan lain yang menjadi target untuk dikonservasi, misalnya, pada ikan uceng (Nemacheilus fasciatus).

Ia mengatakan, menjaga keanekaragaman ikan asli dapat melalui berbagai metode. Antara lain melibatkan kelompok masyarakat melalui edukasi, lomba, atau sayembara, dan kegiatan lain yang bernuansa wisata.

"Pengendalian ikan invasif dapat dilakukan dengan edukasi dan mencegah tersebarnya ikan invasif di perairan umum," ujar dia.

Baca Juga


sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler