Kasus Sifilis Naik, Kemenkes Imbau Masyarakat Setia pada Pasangan Masing-Masing
Sifilis dikenal dengan great imitator karena gejala infeksinya berubah-ubah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat setia pada pasangan masing-masing dan menghindari perilaku seks yang berisiko. Tujuannya, sebagai upaya mencegah penularan penyakit sifilis meluas. Jumlah pengidap sifilis di Indonesia naik hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022).
"Saya mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang berisiko. Bagi yang belum menikah gunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat berisiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental," ujar juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril.
Dia mengingatkan, penyakit seperti HIV, sifilis, dan hepatitis B adalah tiga penyakit menular seksual berbahaya yang ditularkan secara langsung dari Ibu ke anaknya, terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui. Dalam Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang kesehatan pada pasal 46 menyatakan bahwa baik negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Kemenkes memperkuat sistem pelacakan kasus penyakit sifilis atau yang lebih dikenal dengan penyakit raja singa, hingga ke fasilitas kesehatan terjauh di Indonesia. Kemenkes sudah membuka akses layanan Infeksi Menular Seksual (IMS) hingga ke perifer.
"Pengobatan program IMS sudah merambah hingga puskesmas terjauh di Indonesia," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Menanggapi upaya Kemenkes dalam mengatasi sifilis, Imran menjelaskan melalui akses yang dibuka hingga ke fasilitas kesehatan terjauh itu, pihaknya mengintensifikasi sejumlah pelatihan untuk IMS kepada para tenaga kesehatan. Sejalan dengan itu, edukasi dan pencegahan dengan kondom juga digalakkan melalui sebuah kampanye yang digencarkkan Kemenkes.
Salah satunya bahwa sifilis merupakan great imitator karena gejala infeksinya dapat berubah-rubah menyerupai penyakit lainnya. Untuk itu, peningkatan pengetahuan dan pencegahan sangat perlu untuk mengetahui kasus secara dini.
Layanan IMS yang diberikan salah satunya berupa skrining HIV, sifilis, dan hepatitis B atau yang disebut dengan program triple eliminasi pada ibu hamil. Program itu menyasar pada ibu rumah tangga dan penemuan kasus aktif pada laki-laki pelanggan seks yang bergejala IMS.
Imran menjelaskan, pada daerah lain yang mengalami penularan sifilis tinggi di populasi kunci, di mana salah satunya adalah laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki (LSL) telah dilakukan notifikasi pasangan pada kasus sifilis. Kemenkes juga sudah menyediakan alat diagnosis sifilis beserta obat-obatan yang dibutuhkan pasien terkait di fasilitas kesehatan yang ada. Dalam hal ini, berupa skrining sifilis yang menggunakan rapid test terstandar dan hasilnya cepat sehingga bila ditemukan hasil positif dapat segera ditangani.
"Penemuan serta pengobatan kasus dini juga kami galakkan, sehingga menurunkan angka kesakitan dan penularan," katanya.
Imran menjelaskan, apabila fokus penanganan Kementerian Kesehatan sangat komprehensif. Sebab pihaknya sedang berfokus pada penemuan kasus dengan melakukan skrining dini sifilis pada level populasi, terutama populasi rentan dan risiko tinggi.
"Terakhir kami tidak hanya menyediakan pengobatan, akses layanan, pelatihan fasyankes hingga di ujung Indonesia saja. Tetapi juga ketersediaan logistik obat dan alat pemeriksaan sifilis," kata dia.