Norwegia Ambil Alih Kepresidenan Dewan Arktik dari Rusia
Sejumlah negara menghentikan proyek penelitian bersama dengan Rusia di Kutub Utara.
REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Norwegia mengambil alih kepemimpinan bergilir Dewan Arktik dari Rusia pada Kamis (11/5/2023). Dewan Arktik adalah salah satu dari sedikit pengaturan dengan negara-negara Barat dan Rusia bekerja sama secara erat.
“Norwegia akan terus fokus pada isu-isu inti yang ditangani Dewan, termasuk dampak perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Norwegia Anniken Huitfeldt.
Penyerahan berlangsung dalam upacara daring dengan dihadiri duta besar Arktik negara-negara anggota daripada menteri luar negeri. Dewan tersebut mengeluarkan pernyataan mengakui peran bersejarah dan unik dari Dewan Arktik dan mengakui komitmen untuk menjaga dan memperkuatnya.
Diplomat Norwegia yang mengambil alih sebagai ketua kelompok pejabat senior dewan Morten Hoglund mengatakan, pekerjaan penting akan berlanjut di badan tersebut. Keterlibatan itu akan berlangsung meskipun menteri pemerintah tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan di masa mendatang.
“Itu salah satu tantangan yang harus kita coba atasi,” kata Hoglund.
Badan ini tidak berurusan dengan masalah keamanan tetapi membuat perjanjian yang mengikat tentang perlindungan lingkungan. Dewan tersebut pun memberikan suara kepada masyarakat adat di wilayah Arktik.
Namun, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya dengan Rusia di badan tersebut. Tindakan itu dilakukan tidak lama setelah Moskow melancarkan perang skala penuh ke Kiev pada Februari 2022.
Keputusan beberapa negara ini pun berimbas kepada penelitian yang melibatkan Rusia. Penelitian perubahan iklim hingga beruang kutub akhirnya ditunda dan para ilmuwan kehilangan akses ke fasilitas penting di Kutub Utara Rusia.
Meskipun muncul ketegangan, Norwegia berjanji untuk terus melanjutkan pekerjaan dewan karena mengambil alih kepemimpinan dua tahun dari Rusia. “Bersama dengan negara anggota lainnya, kami sekarang akan mengeksplorasi bagaimana hal ini dapat dicapai dalam praktiknya," ujar Huitfeldt.
Pendiri dan Direktur Polar Research and Policy Initiative yang berbasis di London, Dwayne Ryan Menezes mengatakan, peralihan kepemimpinan tidak akan menghilangkan masalah di dewan. Namun Norwegia memungkinkan mayoritas negara anggota untuk memiliki hubungan kerja yang erat dengan ketua badan tersebut. Hubungan ini dinilai akan membantu kerja forum dalam mempromosikan kerja sama dan koordinasi.
Akan tetapi, para ahli menilai, tetap saja penelitian dan pemantauan yang dilakukan dewan akan menjadi rumit tanpa kerja sama dengan Rusia, negara Arktik terbesar. “Ini adalah tantangan besar bagi Norwegia. Mereka harus mengisolasi Rusia dan pada saat yang sama mereka harus memastikan tidak memprovokasi Rusia untuk membubarkan Dewan tersebut,” kata Rasmus Gjedsso Bertelsen dari Arctic University of Norway di Tromsoe.
Bertelsen khawatir, masyarakat adat akan kehilangan forum penting dan platform yang menonjol. Banyak dari kelompok tersebut adalah organisasi lintas batas dan tidak mengikuti batas negara.
Sebanyak enam organisasi yang mewakili masyarakat adat Arktik adalah peserta tetap Dewan Arktik yang didirikan pada 1996. Badan ini telah menjadi forum utama bagi para pemangku kepentingan Arktik untuk mengatasi perubahan iklim dan tantangan lingkungan lainnya di wilayah tersebut. Saat ini es laut yang mencair membuka area baru untuk pengiriman dan eksplorasi minyak dan gas lepas pantai.