Serangan Udara Israel di Gaza Berlanjut, Seruan Gencatan Senjata Semakin Kencang

Serangan udara Israel di Jalur Gaza terus berlanjut di hari ketiga

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Roket ditembakkan oleh pejuang dari Brigade Al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina, di Kota Gaza, Jumat (12/5/2023). Militan Palestina di Gaza telah menembakkan roket ke arah Israel setelah militer Israel melakukan serangkaian serangan udara di wilayah Palestina.
Rep: Amri Amrullah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY -- Serangan udara Israel terhadap sasaran-sasaran militan Palestina di Jalur Gaza berlanjut untuk hari ketiga pada Jumat (12/5/2023). Jumlah korban tewas dari pihak Palestina meningkat menjadi 30 orang, kata pihak berwenang, sementara para mediator asing terus berupaya mencapai gencatan senjata.

Setelah kelompok militan Jihad Islam Palestina menembakkan roket jarak jauh ke arah Israel pada Kamis (11/5/2023), roket itu mengirimkan pecahan peluru ke sebuah apartemen yang menewaskan satu orang, kata sumber militer Israel. Pihaknya juga mengklaim pesawat-pesawat tempurnya menghantam peluncur roket Jihad Islam.

Sementara itu, penduduk Gaza melaporkan adanya ledakan di daerah pertanian dekat kota Rafah di bagian selatan. Tidak ada laporan langsung mengenai korban jiwa. Terlepas dari serangan-serangan sporadis Israel tersebut, situasi pada hari Jumat pagi relatif tenang.

Kelompok Jihad Islam menahan tembakan roketnya semalaman, meningkatkan harapan bahwa Mesir, Qatar dan PBB akan mampu menengahi gencatan senjata. Pertukaran lintas batas minggu ini telah mengadu Israel dengan Jihad Islam, kelompok militan terbesar kedua di Gaza setelah penguasa Hamas di wilayah itu.

Sementara sejak Selasa, Israel mengatakan bahwa serangannya telah menewaskan lima tokoh senior Jihad Islam. Jihad Islam telah membalas dengan menembakkan lebih dari 800 roket ke wilayah-wilayah Israel yang padat penduduknya.

Pada saat itu, militer Israel mengatakan telah menggunakan serangan udara untuk menghantam sedikitnya 215 target di Gaza. Termasuk lokasi peluncuran roket dan mortir serta militan yang bersiap untuk menggunakannya.

Sedikitnya 30 warga Palestina di Jalur Gaza telah terbunuh dalam pertempuran tersebut, termasuk tujuh anak-anak dan empat wanita, menurut kantor kemanusiaan PBB. Sedikitnya tiga dari anak-anak tersebut tewas akibat roket Palestina yang tidak tepat sasaran, menurut militer Israel dan Pusat Hak Asasi Palestina.

Lebih dari 90 warga Palestina terluka, Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan. Kematian warga sipil ini telah mengundang kecaman dari dunia Arab dan keprihatinan dari Amerika Serikat dan Eropa. Dalam empat perang terakhirnya melawan Hamas, Israel telah berulang kali menghadapi tuduhan kejahatan perang.

Itu karena tingginya jumlah korban sipil yang tewas dan penggunaan senjata berat terhadap daerah kantong yang padat penduduknya. Sebaliknya, Israel berpendapat bahwa kelompok-kelompok militan Palestina menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dengan bertempur di tengah-tengah mereka.

Kelompok Hamas, pemerintah sipil de facto dengan tentara sekitar 30.000 orang di Gaza, telah berusaha mempertahankan gencatan senjata dengan Israel sambil berusaha menjaga agar kondisi kehidupan yang buruk di daerah kantong yang diblokade itu tidak semakin memburuk. Terutama sejak perang 11 hari yang dahsyat pada 2021 yang menewaskan lebih dari 260 warga Palestina.

Kelompok Hamas, yang menguasai Gaza pada tahun 2007, telah absen dalam pertempuran kali ini - seperti yang terjadi pada ledakan kekerasan serupa pada musim panas lalu. Sebagai tanda menahan diri, Israel telah membatasi serangan udaranya pada target Jihad Islam.

Kedua belah pihak tampak berada di ambang gencatan senjata sebelum meletusnya kekerasan pada hari Kamis. Situasi yang relatif tenang pada hari Jumat meningkatkan harapan akan adanya kemajuan.

Para pejabat Hamas mengatakan kepada media lokal pada Jumat pagi bahwa Mesir meningkatkan upaya diplomatiknya untuk menghentikan pertempuran melalui "kontak intensif" dengan Hamas dan Jihad Islam.

Para tokoh Jihad Islam telah mengirimkan sinyal-sinyal yang beragam mengenai pembicaraan gencatan senjata. Pejabat senior Ihasan Attaya mengeluh pada hari Jumat pagi bahwa para mediator "tidak dapat memberikan jaminan apapun kepada kelompok Jihad Islam."

"Salah satu yang menjadi titik berat adalah tuntutan Jihad Islam agar Israel menghentikan kebijakannya dalam melakukan pembunuhan dengan sasaran," kata Attaya.

Pertempuran minggu ini dimulai ketika Israel melancarkan serangan udara simultan pada hari Selasa yang menewaskan tiga komandan Jihad Islam beserta istri dan anak-anak mereka saat mereka tidur di rumah mereka. Israel mengatakan bahwa mereka membalas rentetan tembakan roket yang diluncurkan minggu lalu oleh Jihad Islam menyusul kematian salah satu anggota Jihad Islam di Tepi Barat, Khader Adnan, akibat mogok makan ketika berada dalam tahanan Israel.

Anggota biro politik Jihad Islam, Mohamad al-Hindi, terdengar lebih optimis. Dari Kairo, di mana ia melakukan perjalanan pada hari Kamis untuk merundingkan rincian kemungkinan gencatan senjata, ia mengatakan kepada media bahwa ia berharap kedua belah pihak akan mencapai kesepakatan gencatan senjata dan menghormatinya hari ini.

Serangan udara dan roket minggu ini telah mengalihkan fokus konflik kembali ke Gaza setelah berbulan-bulan kekerasan melonjak di Tepi Barat yang diduduki di bawah pemerintahan sayap kanan Israel dalam sejarah.

Israel telah melakukan serangan penangkapan hampir setiap malam di Tepi Barat yang telah menewaskan 109 orang Palestina sepanjang tahun ini - jumlah korban tewas tertinggi dalam dua dekade terakhir.

Setidaknya setengah dari korban tewas berafiliasi dengan kelompok-kelompok militan, menurut penghitungan yang dilakukan oleh The Associated Press. Setidaknya 20 orang telah tewas dalam serangan Palestina yang menargetkan warga Israel selama periode tersebut.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler