CORE: Kinerja Ekonomi Indonesia Melambat Setelah 25 Tahun Reformasi

Praktik monopoli bisnis semasa orde lama menjadi salah satu faktor anjloknya ekonomi.

Republika/Putra M. Akbar
Ekonom Senior Faisal Basri memaparkan penjelasan saat diskusi dan peluncuran buku Menuju Indonesia Emas di Jakarta, Senin (21/10).
Rep: Novita Intan Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, kinerja ekonomi Indonesia mengalami kemunduran setelah 25 tahun reformasi. Bahkan, saat ini laju perekonomian Indonesia mengalami perlambatan atau deselerasi, baik dari sisi ekonomi maupun pembangunan masyarakat.

Ekonom Senior Indef Faisal Basri mencontohkan, saat ini penyaluran kredit perbankan mengalami kemunduran dibandingkan periode sebelum reformasi pada 1998.

“Penyaluran kredit bank saat ini hanya mencapai 40 persen dari pendapatan domestik bruto,” ujarnya saat diskusi bertajuk ‘Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi’, yang digelar CORE Indonesia, Selasa (16/5/2023).

Bahkan, Faisal menyebut pertumbuhan ekonomi era Presiden Joko Widodo lebih rendah dibandingkan periode Presiden Soeharto. Jika dikomparasikan, menurut dia, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia masa kepemimpinan Soeharto tumbuh 5,98 persen, sebaliknya saat era Presiden Joko Widodo pertumbuhan ekonomi sepanjang 2014 — 2018 membentang dari 4,88 – 5,17 persen.

“Zaman Pak Harto masih 60 persen dan kredit itu kan darah buat ekonomi, makanya pertumbuhan ekonomi turun terus,” ucapnya.

Tak hanya dari sisi perbankan, Faisal menyebut industrialisasi mengalami kemunduran. Adapun peranan industri terhadap total ekspor sempat mencapai 60 persen pada era Soeharto, tetapi kini turun hingga 40 persen.

Baca Juga


“Peran ekspor dalam bidang teknologi juga mengalami kemunduran. Dulu (zaman Soeharto) peranan high tech dalam total ekspor mencapai 12 persen sekarang tinggal delapan persen karena yang diekspor tinggal keruk, jual, petik,” ucapnya.

Faisal menilai, praktik monopoli bisnis semasa orde lama menjadi salah satu faktor anjloknya ekonomi Indonesia yang mengakibatkan krisis ekonomi 1998. Menurut dia, ada beberapa konglomerasi yang melakukan monopoli sejumlah komoditas pada era orde lama, mulai dari tepung terigu, cengkeh, hingga jeruk.

“Konglomerasi menyebabkan konsentrasi aset pada segelintir orang pada konglomerat,” ucapnya.

Menurut Faisal pada era tersebut, praktis hampir semua kegiatan bisnis di Indonesia dimonopoli oleh orang-orang yang memiliki relasi kuat dengan penguasa. Praktik monopoli yang begitu masif lantas membuat tatanan ekonomi Indonesia rusak.

Di tengah praktik monopoli itu, menurut Faisal, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dikuras melalui praktik mark up atau penggelembungan.  “Akhirnya, daya dukung ekonomi menghadapi deadweight loss atau rugi beban mati itu sudah tidak sanggup lagi ditanggung oleh perekonomian, akhirnya kolaps,” ucapnya.

Sementara itu, Ekonom Rizal Ramli menambahkan Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak signifikan oleh krisis moneter 1998. Hal ini ditunjukkan dengan anjloknya rata-rata pertumbuhan ekonomi kala itu.  

“Indonesia menjadi negara yang terdampak paling dahsyat. Pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 6,5 persen anjlok gara-gara saran IMF menjadi minus 13 persen. Pengangguran bertambah 40 persen dan seterusnya,” ucapnya.



BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler