Coldplay Dukung Palestina Sejak 2011, Sempat Dituntut untuk Minta Maaf kepada Israel
Pada 2017, Coldplay pernah ke Palestina untuk mencari inspirasi pembuatan lagu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lagu-lagu dari grup musik Coldplay kerap bicara soal cinta, kehidupan, persatuan, juga pesan perdamaian. Sebut saja lagu "Adventure of a Lifetime", "Everyday Life", "Arabesque", "Paradise", hingga "My Universe" dari band asal London, Inggris tersebut.
Coldplay yang pada November mendatang bakal manggung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Indonesia, juga tak ragu mendukung Palestina. Sejak 2011, band yang digawangi Chris Martin (vokal), Jonny Buckland (gitar), Guy Berryman (bas), dan Will Champion (drum) telah menunjukkan sikap tersebut.
Pada 2011, halaman facebook resmi Coldplay pernah membuat postingan yang menyerukan agar para penggemar mereka mendengarkan lagu "Freedom for Palestine". Tembang itu merupakan kolaborasi musik yang digagas oleh gerakan OneWorld.
Setelah mengunggah tautan musik video itu, Coldplay langsung mendapat lebih dari 12 ribu komentar beragam. Sebagian penggemar yang tak setuju mengancam akan memboikot band, juga menuntut permintaan maaf kepada Israel. Unggahan itu kemudian dihapus oleh platform Facebook gara-gara banyak dilaporkan pengguna lain.
Dukungan terhadap Palestina juga ditunjukkan sang vokalis, Chris Martin. Selama bertahun-tahun, Martin menuai kemarahan penggemar pro Israel karena sikapnya terhadap Palestina. Pada 2019, saat menggelar konser di Amman, Yordania, seorang penggemar meminta Martin menyanyikan sebuah lagu untuk Gaza.
Martin juga diminta memberikan pidato berisi solidaritas dengan Palestina. "Saya percaya setiap manusia memiliki hak hidup di bumi ini. Saya tidak setuju dengan penindasan dalam bentuk apa pun," kata Martin kala itu.
Pada 2017, Coldplay juga pernah pergi ke Palestina untuk mencari inspirasi dalam pembuatan lagu. Perjalanan itu dilakukan dua tahun sebelum perilisan album Everyday Life. Akibatnya, sempat beredar laporan keliru tentang rencana konser Coldplay di Palestina dan Israel.
Sang vokalis, Chris Martin, membuat klarifikasi di Twitter untuk menyangkal rumor tersebut. "Kami berada di Israel dan Palestina untuk mendengarkan dan belajar, dan hanya itu. Tidak ada jadwal konser. Kami hanya melakukan perjalanan yang menarik dan mencerahkan untuk belajar tentang wilayah ini," ujar Martin lewat cicitannya pada Februari 2017.
Dikutip dari laman The National News, Jumat (19/5/2023), selama perjalanan itu Coldplay rupanya menjadwalkan pertemuan dengan grup musik asal Palestina, Le Trio Joubran. Salah satu personelnya, Adnan Joubran, mengatakan Martin mengajak dia dan kedua saudaranya berkolaborasi.
Joubran mengatakan, ide besar Martin soal album yang tengah digarap adalah mengenai perdamaian di Timur Tengah. Setelah perjumpaan dengan Coldplay, Le Trio Joubran mendapat kiriman lagu, kemudian dibebaskan menambahkan bagian mereka.
Hasil akhir kolaborasi itu adalah lagu "Arabesque", di mana Adnan Joubran, Samir Joubran, dan Wissam Joubran, masuk di daftar kredit musiknya. Menurut Adnan, lagu tersebut serta keseluruhan album studio kedelapan Coldplay, Everday Life, merupakan karya Coldplay di mana semangat Palestina bersinar.
"Itulah mengapa mereka datang ke sini. Mereka menginginkan lebih banyak emosi pada musiknya. Untuk melakukan itu, Coldplay datang ke Palestina, yang merupakan sumber emosi dan spiritualitas," kata Joubran.