LSI Denny JA: Jika Diputuskan Pemilu Tertutup, MK Masuk Sejarah Lembaran Hitam
MK jangan sampai membuat putusan yang salah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah, mengingatkan, Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak salah dalam memutus perkara sistem pemilu legislatif. Jika salah, MK dicatat dalam lembaran hitam sejarah.
"Berbeda dengan aneka keputusan MK lainnya, khusus terkait sistem pemilu legislatif, apakah tertutup atau terbuka, akan berefek panjang terhadap citra baik dan buruk MK di masa depan,” kata Toto, dalam siaran pers, Senin (22/5/2023).
Penyataan ini disampaikan Toto tekait dengan uji materi UU terkait dengan sistem pemilu legislatif. Menurut Toto, molornya pengambilan keputusan MK tentang perkara ini, telah memunculkan spekulasi liar.
Menurut Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, MK harus mempertimbangkan banyak hal dan aspek sebelum membuat keputusan. Bukan hanya dari aspek hukum, melainkan juga aspek sosiologis, psikologis, dan tentu saja politis. Bahkan, aspek administratif pelaksanaan pemilu yang sudah mulai berjalan dan tinggal beberapa bulan lagi Pemilu 2024 akan dilaksanakan.
“Ini tentu bukan soal baik buruk dan plus minus sistem tertutup atau terbuka saja, tapi soal sejumlah fakta di lapangan hari ini. Bagaimana opini yang berkembang, baik dari kalangan mayoritas pimpinan parpol yang jelas menolak, civil society yang tak ingin terjadinya pengkhianatan demokrasi, maupun soal tahapan pemilu yang sudah berjalan,” kata Toto.
Jika MK salah membuat keputusan, menurut dia, akan terjadi penolakan masif dari berbagai elemen massa. Mereka akan melakukan aksi yang berpotensi mengundang kerusuhan atau chaos. Apalagi, sejumlah elite parpol, seperti PAN dan PKB sudah menyampaikan ancamannya.
"Sementara, ke depan jelang Pemilu 2024 bangsa ini sedang membutuhkan situasi kondusif yang memberi ruang ketenangan,” kata dia.
Beberapa aspek itulah yang diharapkan Toto menjadi pertimbangan hakim MK. Sebab, jika kondisi terburuk itu yang terjadi, MK patut disalahkan. "Kenapa? Karena mereka tidak mempertimbangkan aspek-aspek penting tadi,” kata Toto.
Toto menilai, tak ada urgensinya mengubah sistem pemilu dari terbuka ke tertutup. Justru sistem terbuka inilah yang sebenarnya lebih mendekati tuntutan kebutuhan spirit berdemokrasi. Dan itulah yang seharusnya dipertimbangkan jika fair mau bicara soal kualitas pemilu.
Sistem terbuka setidaknya akan memberi ruang yang lebih luas terhadap partisipasi rakyat. Termasuk kepada para caleg yang mau dipilih dengan rakyat. Sementara sistem tertutup, wakil rakyat di DPR akan ditentukan pimpinan parpol.
Toto menambahkan, yang paling krusial untuk dipertimbangkan sebenarnya adalah soal tahapan pemilu yang sudah berjalan. Sementara, tak ada keadaan genting yang mengancam negara untuk mengubah sistem pemilu menjadi tertutup.
“Kalau, misalnya, ada sebagian hakim yang merasa tersandra untuk mengikuti pesanan kekuatan politik tertentu, mudah-mudahan tidak ada, sebaiknya dicari jalan tengahnya. Salah satunya, untuk pemilu 2024 tetap berlaku sistem terbuka, dan yang sistem tertutup baru berlaku pada Pemilu 2029,” kata Toto.