Rekind Dinilai Berpeluang Besar Wujudkan Roadmap Energi Terbarukan di Bidang Panas Bumi
Di Indonesia, energi geothermal memiliki potensi terbesar nomor dua setelah AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbekal pengalaman panjang, kemampuan, keandalan dan semangat juang yang dimilikinya, PT Rekayasa Industri (Rekind), berpeluang besar menyokong terwujudnya roadmap energi terbarukan yang saat ini tengah digadang-gadang pemerintah, khususnya di bidang energi panas bumi atau geothermal.
Penilaian itu terlontar dari pemahaman dan pengalaman yang dirasakan langsung oleh Direktur Utama PT Supreme Energy, Nisriyanto. Dirinya menyoroti secara seksama kinerja Rekind di tanah air, termasuk dalam pengerjaan dua proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PT Supreme Energy, yakni PLTP Liki Pinangawan Muara Laboh dan PLTP Rantau Dedap.
“PT Supreme Energy sangat puas atas kualitas PLTP yang dibuat oleh Rekind. Kami mengenal Rekind tidak hanya di dua proyek ini saja. Di proyek lainnya kami juga mengetahui betul akan pengalaman, kualitas dan semangat juang yang ditunjukkan Rekind. Semangat juang tersebut juga telah ditunjukkan oleh Rekind dalam penyelesaian PLTP Rantau Dedap di tengah pendemi Covid-19. Tentunya dengan bekal tersebut, kami menilai Rekind akan sangat mampu mendukung pemerintah dalam pengimplementasian roadmap renewable energi, terutama dalam pembangunan PLTP di Indonesia,” tegas Nisriyanto.
Perlu diketahui, di Indonesia, energi geothermal memiliki potensi terbesar nomor dua setelah Amerika Serikat. Namun demikian pemakaian atau pemanfaatan energi panas bumi ini belum dilakukan secara maksimal. Kemungkinan, baru kurang dari 10 persen yang dimanfaatkan dari potensi energi panas bumi yang ada di Indonesia.
Untuk saat ini, dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya, oleh banyak pihak energi panas bumi paling reliable (andal) sebagai pemasok listrik base load ke PLN. Apalagi, energi panas bumi bersifat ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaannya.
Bahkan ketika menjalankan proses pengembangan dan produksi listrik, tenaga panas bumi sepenuhnya bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya sudah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan.
Itulah mengapa saat ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan stakeholder terkait, telah menyusun roadmap pengembangan panas bumi Indonesia tahun 2019-2030 untuk mencapai target pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta bauran energi nasional. Sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan target bauran energi, target pengembangan energi panas bumi adalah sebesar 7.241,5 Megawatt (MW).
“Saya kira untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan engineer yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan dan membangun proyek-proyek PLTP, seperti halnya Rekind. Kebutuhan PLTP sangat besar, terutama pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PT PLN (Persero) ataupun transisi energi yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Di mata Supramu Santosa, Founder & Chairman PT Supreme Energy, kinerja Rekind tetap yang terbaik. Perusahaan yang sudah berdiri selama 41 tahun tersebut dinilai punya komitmen yang kuat dalam menjaga kualitas kinerjanya. “Bahkan partner-partner Supreme Energy, baik dari Jepang dan Prancis, pada akhirnya mengatakan bahwa fasilitas yang dibangun Rekind untuk PLTP Muara Laboh dan PLTP Rantau Dedap kualitasnya masuk dalam kategori worldclass plant,” terangnya.
Dia juga mengakui, sampai saat ini kualitas Rekind untuk pembangunan PLTP masih yang terbaik. Bahkan PLTP lawas yang pernah Rekind kerjakan masih terjaga dengan baik. Pengalaman tersebut diperolehnya saat Supramu Santosa menjabat President Director dan founder, dari PT Star Energy yang memiliki proyek PLTP Wayang Windu II. Rekind membangun itu semua dengan on schedule dan kualitas yang sangat baik.
Untuk itu, pria yang dikenal ramah ini sangat berharap eksistensi Rekind terus dijaga oleh pemerintah dan diberikan kepercayaan penuh melalui pengerjaan proyek energi dan industri. Memang Rekind juga punya kelemahan finansial yang harus diperbaiki. Tapi secara teknis Rekind masih paling top untuk membangun PLTP dan proyek-proyek lain yang berhubungan dengan processing dan petrokimia.
"Sangat disayangkan jika engineer-engineer berpengalaman ini tidak diberikan kesempatan yang lebih luas dalam mengiringi pembangunan di tanah air,” tandas Supramu Santosa.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak pertama kali berkecimpung dalam bidang panas bumi, Rekind berhasil membangun 16 PLTP di Indonesia dengan total kapasitas sebesar 990,4 megawatt (MW). Rekind mulai menggarap proyek PLTP pertama di tahun 1993 untuk Proyek PLTP Gunung Salak, Jawa Barat dengan kapasitas 2x55 MW.
Selanjutnya PLTP Wayang Windu Phase 1, Jawa Barat tahun 1997-2000 degan kapasitas 1x110 MW. Selain itu di tahun 2002 Rekind membangun PLTP Dieng, Jawa Tengah berkapasitas 1x60MW. Ada juga Proyek PLTP Lahendong unit 2,3,4,5 dan 6, yang dibangun sejak tahun 2005 dengan total kapasitas mencapai 100MW.
PLTP Ulubelu Unit 1, 2, 3 dan 4, dengan total kapasitas 220 MW, dibangun sejak 2010-2012. Ada juga PLTP Kamojang unit 4 dan 5, Jawa Barat, dengan total kapasitas 95 MW. Di proyek yang dibangun pada tahun 2006 dan 2013 itu, Rekind menerapkan inovasi teknologi yang dapat mempercepat proses konstruksi sehingga waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari target yang ditentukan. Rekind juga menyelesaikan 2 proyek PLTP milik PT Supreme Energy, yakni PLTP Muara Laboh di Solok Selatan, Sumatera Barat berkapasitas 85 MW pada tahun 2019 dan Proyek PLTP Rantau Dedap, Sumatera Selatan dengan kapasitas 91,2 MW pada akhir tahun 2021.