Rentetan Kontroversi Selama Firli Bahuri Pimpin KPK

Sejumlah kontroversi terjadi selama Firli Bahuri memimpin KPK sejak 2019.

Republika/Putra M. Akbar
Ketua KPK Firli Bahuri. Sejumlah kontroversi terjadi selama Firli Bahuri memimpin KPK sejak 2019.
Rep: Fergi Nadira Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menambah satu tahun masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai banyak komentar. Hal ini karena kepemimpinan KPK di bawah Ketuanya, Firli Bahuri mendapatkan rentetan kontroversi.

Baca Juga


Dikutip dari pusat data Republika pada Kamis (25/5/2023), kontroversi dimulai pada saat dia hendak menjabat pada 17 September 2019. Saat itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi UU KPK yang dinilai banyak pihak justru melemahkan pemberantasan korupsi.

Firli saat itu justru menyetujui revisi tersebut sebelum dilantik pada Desember 2019. Hal ini menimbulkan kegaduhan dari berbagai pihak.

Kemudian setahun kemudian, pada 24 September 2020, Firli diputuskan terbukti melanggar etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebab menerima gratifikasi tumpangan helikopter. Putusan ini hanya satu dari berbagai laporan pelanggaran etik yang dilakukan Firli.

Pada 2021, sebanyak 57 pegawai KPK dipecat karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Tes kepegawaian itu disebut melanggar hak asasi oleh Komnas HAM dan maladministrasi oleh Ombudsman RI.

 

Lalu pada 11 Juli 2022, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri. Saat itu, Lili sedang diperiksa Dewas KPK terkait laporan gratifikasi tiket GP Mandalika.

Awal tahun ini, Transparency International melansir indeks korupsi yang menempatkan Indonesia dalam posisi terburuk sepanjang reformasi. Salah satu indikatornya, pemberantasan korupsi dinilai jalan di tempat. Hal ini menyoroti cara kerja dan hasil kinerja KPK selama dipimpin Firli.

Pada 11 Februari 2023, Firli mengembalikan sejumlah petinggi KPK dari kejaksaan dan kepolisian ke institusi asal. Pengembalian itu santer disebut terkait penanganan kasus Formula E di Pemprov DKI.

Hingga yang terbaru pada 8 Mei 2033, Dewas KPK mulai memeriksa sejumlah petinggi KPK terkait dugaan kebocoran perkara dugaan korupsi di Kementerian BUMN.

Pada Kamis (25/5/2023) putusan MK yang menyetujui gugatan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun juga menimbulkan kontroversi. Sebab dinilai membingungkan lantaran apakah putusan MK berlaku pada pimpinan KPK saat ini atau periode berikutnya.

Sejumlah anggota DPR, salah satunya anggota Komisi III DPR Benny K Harman mempertanyakan kewenangan MK yang bisa memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Sejumlah pihak juga menduga perpanjangan masa pimpinan KPK ini berkaitan dengan Pemilu 2024.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengaku heran dengan mengaku heran dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Ia pun menyindir, MK yang aspiratif mungkin juga bisa saja memperpanjang masa jabatan DPR.

Mantan ketua KPK, Abraham Samad mengkritisi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penambahan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Menurut Samad, hal ini menunjukkan bahwa lembaga antirasuah tersebut tidak lagi independen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler