Krisis di AS, BCA Syariah Optimis dengan Kondisi Indonesia
Tahun ini BCA Syariah membidik pertumbuhan pembiayaannya di kisaran 10-12 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) terancam mengalami resesi karena kesalahan penanganan plafon utang atau karena alasan lain. Presiden Direktur BCA Syariah Yuli Melati Suryaningrum mengaku optimistis Indonesia tidak akan terpengaruh dengan situasi krisis di AS.
"Kalau kita cermati perkembangan pembiayaan, kami masih optimis dengan kondisi Indonesia. Tentu sambil mencermati dan waspada terhadap perkembangan ekonomi dunia," kata Yuli kepada Republika.co.id, Jumat (26/5/2023).
BCA Syariah mengaku tetap mempertahankan pertumbuhan pembiayaan yang berkualitas. Tahun ini BCA Syariah membidik pertumbuhan pembiayaannya di kisaran 10-12 persen untuk tahun 2023.
Strategi yang disiapkan BCA Syariah untuk mempertahankan pembiayaan yang berkualitas dengan melakukan penyaluran pembiayaan yang menyasar pada sektor industri yang potensial dengan memanfaatkan rantai pasok pada ekosistem nasabah existing dan Grup BCA serta pembiayaan pada sektor usaha yang berkelanjutan.
"Dalam setiap penyaluran pembiayaan, BCA Syariah senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian. NPF kami terjaga pada level 1,38 persen per Maret 2023," kata Yuli.
Adapun pembiayaan BCA Syariah pada kuartal I 2023 tumbuh 16,2 persen (yoy) menjadi Rp 7,7 triliun. Komposisi pembiayaan terbesar terdapat pada segmen komersial yang berkontribusi sebesar 71,3 persen diikuti oleh pembiayaan UMKM sebesar 22,6 persen dan pembiayaan konsumer sebesar 6,1 persen.
Pertumbuhan pembiayaan tertinggi terdapat pada pembiayaan konsumer yang tumbuh 95,9 persen (yoy) menjadi Rp 470,5 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di 2022 yang tercatat sebesar Rp 240,1 miliar. Sampai kuartal I 2023, secara keseluruhan kinerja BCA Syariah tumbuh positif baik dalam segi aset, DPK, dan pembiayaan.
BCA Syariah mencatat pertumbuhan aset sebesar 16,2 persen (yoy) menjadi Rp 12,5 triliun. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 20 persen (yoy) mencapai Rp 9,3 triliun untuk periode yang berakhir 31 Maret 2023.