Pengungsi Suriah dan Kelompok LGBTQ+ di Turki Cemas akan Nasib Mereka Pascapemilu

Pemilu Turki putaran kedua akan digelar pada hari ini.

AP Photo
Warga memasukkan surat suara saat mengikuti Pemilu di tempat pemungutan suara di Ankara, Turki.
Rep: Rizky Jaramaya, Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA --  Rakyat Turki yang sudah memiliki hak pilih akan kembali memberikan suaranya dalam pemilihan umum (pemilu) putaran kedua pada hari ini, Ahad (28/5/2023). Dua kandidat capres akan bertarung di pemilu putaran kedua.

Seperti banyak warga Suriah di Turki, Ghaith Sameer sedang menunggu hasil pemilihan putaran kedua dengan gentar. Dia merasa takut akan kemenangan kandidat oposisi yang berjanji untuk segera memulangkan para migran.

Sameer melarikan diri dari perang saudara Suriah pada 2012 dan sekarang menjadi salah satu dari lebih dari 3,4 juta warga Suriah yang tinggal di Turki. Meski berharap perbaikan hidup, negara tetangga yang mengalami kesengsaraan ekonomi itu telah memperburuk gelombang permusuhan yang meningkat hingga pemilihan presiden.

"Janji oposisi membuat saya takut dan marah juga karena janji itu membuat warga Turki membenci kami," kata Sameer yang mengambil kewarganegaraan Turki dua tahun lalu dan berencana untuk memilih Presiden Pejawat Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (28/5/2023).

Kecemasan akan masa depan setelah pemilu usai juga dirasakan oleh kelompok LGBTQ+ di Turki. Bagi beberapa pemilih muda, demokrasi Turki rasanya sudah mati.  Duduk di sofa merah di bawah bendera pelangi, Zeynep (21 tahun), dan Mert (23) mengkhawatirkan masa depan mereka jika Presiden pejawat Recep Tayyip Erdogan memenangkan pemilu putaran kedua.

Zeynep dan Mert kuliah di jurusan psikologi Universitas Bogazici. Persahabatan mereka dimulai di klub LGBTQ+ universitas, yang kemudian ditutup. Turki telah melarang parade Pride Gay pada 2015. Selama kampanye pemilu, Erdogan selalu menyasar kelompok LGBTQ+.

"Tidak ada orang LGBT yang keluar dari negara ini. Kami tidak menodai struktur keluarga kami. Berdiri tegak seperti laki-laki, keluarga kami seperti itu," kata Erdogan dalam kampanye umum di Kota Izmir.

Mert mengatakan, masyarakat kini menghadapi risiko yang semakin besar. Mert menambahkan, Erdogan selalu menyasar kelompok LGBTQ+ dalam setiap pidatonya.

"Erdogan sendiri, dalam setiap pidatonya, di setiap acara yang dia adakan, mulai menggambarkan kami sebagai target. Hari demi hari, negara menjadikan kami musuh," kata Mert, dikutip BBC, Jumat (26/5/2023).

Mert mengatakan tindakan pemerintahan Erdogan terhadap kelompok LGBTQ+ sangat mengkhawatirkan. Mereka kini hidup dalam kewaspadaan dan ketakutan.

Baca Juga


 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler