Subsidi Mobil Listrik, Apa Sudah Perlu?
Subsidi mobil listrik masih banyak menimbulkan pro dan kontra.
Oleh : Nora Azizah, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Kebijakan subsidi kendaraan listrik di Indonesia masih menuai pro dan kontra. Isu ini mencuat khususnya setelah Anies Baswedan memberikan kritik.
Anies mengklaim bahwa jejak karbon dari kendaraan listrik pribadi lebih tinggi dibandingkan angkutan umum bermesin konvensional. Pasalnya, bus bisa mengangkut banyak orang, sementara mobil listrik pribadi hanya menambah kemacetan jalan. Subsidi mobil dan motor listrik dinilai tidak tepat apabila tujuannya untuk menekan emisi karbon.
Di sisi lain, subsidi mobil listrik juga mendapatkan penolakan dari netizen. Belum lama ini Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melakukan riset terhadap subsidi mobil listrik. Riset dilakukan melalui Twitter dengan menggunakan pendekatan big data.
Hasil poling menunjukkan 80,77 persen netizen menolak subsidi mobil listrik. Subsidi dinilai tidak tepat sasaran, dan penerimanya merupakan orang mampu yang dinilai tidak membutuhkan subsidi.
Pemberian subsidi juga dinilai tidak tepat untuk kendaraan pribadi. Pasalnya, subsidi lebih baik diberikan untuk kendaraan listrik massal. Penyaluran subsidi untuk kendaraan umum bisa lebih fokus dibandingkan kendaraan pribadi dari segi ekonomi.
Pemberian subsidi mobil dan motor listrik juga tidak tepat karena hanya bisa dinikmati segelintir masyarakat saja. Itupun kalangan menengah atas yang mampu membeli kendaraan. Padahal, subsidi hendaknya diberikan agar bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Terkait subsidi listrik, memang bukan hanya Indonesia yang menerapkannya. Beberapa negara lain di Asia, seperti India, Thailanda, dan China juga memberikan subsidi untuk pembelian mobil listrik. Hal ini pula yang membuat produsen dan pemain industri otomotif menyambut baik subsidi yang diberikan pemerintah Indonesia.
Namun, pemberian subsidi mobil listrik untuk saat ini di Indonesia rasanya masih terlalu dini. Sebab, hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu adalah mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih ramah lingkungan.
Mobil listrik diciptakan dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon agar polusi udara jauh lebih baik. Namun, apabila penggunaannya tidak tepat, maka sama saja dengan memakai mobil konvensional.
Hingga kini, mungkin hanya segelintir masyarakat Indonesia yang melirik mobil listrik. Bahkan, hanya dari kalangan atas saja yang umumnya menjadi konsumen. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mobil listrik masih dianggap barang baru dan tidak umum.
Saat ini, kendaraan listrik pribadi yang lebih diminati masyarakat adalah sepeda listrik. Karena harganya yang murah dan praktis, tidak sedikit yang tergoda untuk membeli.
Bukan salah masyarakat yang mungkin belum ingin beralih ke mobil listrik. Pasalnya, saat ini ekosistem kendaraan listrik di Indonesia juga masih dalam tahap pengembangan. Misalnya, keberadaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik (SPKL) belum banyak dibangun sehingga cukup sulit dijangkau. Hal ini yang membuat masyarakat masih ragu membeli kendaraan listrik.
Kemudian, jarak tempuh mobil juga masih menjadi bahan pertimbangan. Sebagian besar masyarakat Indonesia membeli mobil untuk bisa dipakai dalam banyak situasi, yakni bekerja, wisata, hingga pulang kampung. Mobil konvensional masih dianggap paling nyaman karena bisa diandalkan.
Tak hanya itu, fasilitas bengkel mobil listrik juga dinilai belum memadai. Masyarakat masih enggan beralih karena menilai akan sulit menemukan bengkel apabila terdapat masalah pada kendaraan listriknya.
Kemudian, perawatan mobil listrik juga dinilai menjadi kendala masyarakat untuk beralih. Sebab, merawat mobil listrik dan konvensional cukup berbeda. Hal ini juga dinilai masih jadi pertimbangan masyarakat untuk membeli mobil listrik.
Di sisi lain, permasalahan utama di kota padat penduduk, seperti Jakarta, tidak hanya soal polusi tetapi juga kemacetan. Pemberian subsidi mobil listrik dinilai tidak memberikan solusi untuk kemacetan. Sebab, jumlah kendaraan pribadi cenderung masih tetap banyak.
Subsidi mobil listrik alangkah lebih baik dialokasikan terlebih dahulu untuk transportasi umum, seperti bus. Nilai ramah lingkungan dari satu bus jauh lebih efisien terhadap emisi karbon dibandingkan mobil listrik pribadi.