Soal Data Anies, Demokrat: Seharusnya PDIP Minta Maaf ke Publik
Politikus Demokrat sebut seharusnya PDIP meminta maaf kepada publik soal data Anies.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai, kutipan data BPS yang disampaikan Anies Baswedan tidak ada yang salah. Ia menegaskan, data yang terjadi dari BPS memang seperti itu adanya.
Kamhar mengaku heran jika Kementerian PUPR melalui Dirjen Bina Marga, Hedy Rahadian, panik dan kebakaran jenggot setelah data dipresentasikan ke publik. Ia merasa, sikap panik itu yang justru patut dipertanyakan.
Apalagi, mengingat penyajian data di BPS sudah seperti itu sejak dulu. Terlepas dari motif pihak-pihak yang menjadikan ini polemik, dia merasa, data BPS terang benderang menegaskan prioritas dan keberpihakan pemerintah.
Ia menilai, kebijakan pemerintahan SBY, termasuk dalam pembangunan infrastruktur memiliki napas dan jiwa pro rakyat. Sedangkan, pemerintahan Jokowi terbaca lebih berorientasi kepada proyek dan tidak pro rakyat. "Justru merekalah yang semestinya minta maaf ke rakyat," kata Kamhar, Ahad (28/5).
Hal ini menanggapi tindakan politisi PDIP, Gilbert Simanjuntak, yang meminta Anies Baswedan meminta maaf karena mengutip data BPS. Kamhar merasa, permintaan politisi PDIP itu merupakan satu kesalahan.
Belum lagi, presiden dijadikan petugas partai, bukan petugas rakyat agar jadi negarawan yang membuat kepentingan rakyat sebagai yang utama dan diutamakan. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja.
Maka itu, dia merasa PDIP harus minta maaf ke rakyat karena sejak awal kader didorong dan dipromosikan dengan dipenuhi rekayasa dan gimmick. Menjadi pandai mengumbar janji, tapi tidak cakap dalam menunaikannya.
Ia menilai, model kepemimpinan Jokowi mengabaikan diskursus ruang publik yang lahirkan IKN, UU Ciptaker, dan lainnya. Termasuk, kemerosotan sistem ketatanegaraan, demokrasi, marak korupsi, dan hukum yang cuma tajam ke lawan.
"Mobil gaib ESEMKA apa kabar? Janji ekonomi meroket, ternyata utang yang meroket. Korupsi bantuan sosial untuk wong cilik di kala pandemi menjadi kejahatan kemanusiaan terbesar sepanjang republik berdiri," ujar Kamhar.
Kamhar turut mempertanyakan PDIP yang menyebut diri partai wong cilik, malah mengambil jatah wong cilik. Ia mengingatkan, masih banyak sekali catatan kelam dua periode Jokowi yang menunggu giliran untuk terkuak.
"Tak selamanya bisa ditutupi. Jadi, mereka yang semestinya minta maaf kepada rakyat," kata Kamhar.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bambang Wuryanto skeptis dengan pernyataan bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan yang yakin dapat menang di Jawa Tengah. Ia mempertanyakan dasar keyakinan tersebut.
"Coba deh dipelajari sejarahnya dulu, kalau PDIP di Jateng, kalau pilgub belum pernah kalah, dari 1999 kan begitu. Artinya pileg juga tidak pernah kalah. Jadi kok (Anies] bisa ngomong gitu? dasarmu apa," ujar Bambang di ruangannya, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Contoh landasannya adalah pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Tengah pada 2018. Saat itu, Ganjar Pranowo melawan Sudirman Said yang notabenenya saat ini merupakan bagian dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
"Sudirman said dapat 41 persen, hampir 42 persen, misalnya. 'Wah kita yakin nih, besok mengajarkan Pak Jokowi, pasti bisa kita kalahin di Jateng', meledak, Pak Jokowi 77,29 persen, surplus 11,8 juta pemilih, piye? Hayo melebihi perolehan Pak Ganjar periode kedua," ujar Bambang.
"Tidak usah (ditanggapi klaim Anies). Kita tinggal ngomong saja, nanti dilihat di lapangan," sambung Ketua Komisi III DPR itu.