8 Fraksi Bakal Tolak Proporsional Tertutup, PDIP: Mereka tidak akan Sejauh Itu

Politikus PDIP yakin delapan fraksi di DPR tidak akan menolak proporsional tertutup.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua DPP PDIP yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah. Politikus PDIP yakin delapan fraksi di DPR tidak akan menolak proporsional tertutup.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menghormati sikap delapan fraksi di DPR yang menolak sistem proporsional tertutup diterapkan pada pemilihan umum (pemilu). Namun, ia mengimbau semua pihak untuk terlebih dahulu menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga


"Kami tidak pada titik kewenangannya, kami ingin secara bersama sama kolektif di DPR itu memandang keputusan MK yang final. Ending-nya itu kan tidak bisa ditolak, langsung tidak bisa diganggu gugat, karena keputusannya mengikat," ujar Said di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Ia juga meyakini, delapan fraksi yang menolak sistem proporsional tertutup akan menghormati putusan MK. Baik itu akan menerapkan sistem proporsional terbuka maupun tertutup pada Pemilu 2024.

"Saya pikir dalam kondisi politik seperti ini, kita akan bersepakat agar pemilu bisa damai, sejuk, dan masyarakat melihat kompetisi politik secara sehat. Saya pikir apa yang disampaikan oleh kawan-kawan tidak akan sejauh itu lah, kawan-kawan kan ngerti rambu-rambunya," ujar Said.

Ia juga yakin DPR tak akan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, jika benar MK akan mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka dalam undang-undang tersebut.

"Saya tidak punya keyakinan akan seperti itu (revisi UU Pemilu) bahwa ada pertemuan dan sebagainya di antara kami itu biasa dan saling menghormati, pertemuan A, pertemuan B suatu ketika pertemuan dengan PDIP juga kan biasa sama. Semua itu lanjutannya adalah bagaimana mengawal pemilu yang rutin dilaksanakan, tapi kualitasnya semakin meningkat," ujar Said.

Sebanyak delapan fraksi di DPR menolak sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilihan umum (pemilu). Hanya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang masih menyuarakan dukungan terhadap sistem tersebut, meski akan patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedelapan fraksi tersebut mengingatkan MK terhadap putusannya sendiri pada 2008. Saat itu, MK memutuskan untuk tak lagi digunakannya sistem proporsional tertutup pada pemilihan umum setelahnya.

Sistem proporsional terbuka merupakan putusan MK pada 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

Sementara pada 2022, pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka kembali digugat ke MK. Sebanyak enam orang menjadi pemohon gugatan tersebut, yakni Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Yuwono Pintadi Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan, Jawa Tengah), dan Nono Marijono (warga Depok, Jawa Barat).

"Karena sistem demokrasi maka kita harus pilih terbuka. Dulu MK sudah pernah mutus terbuka 2008, katanya kan putusan MK final dan mengikat. Kalaupun ada orang uji, tidak lagi kan, udah lulus. Nah, kalau dibuat tertutup ini salah," ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler