PBB Sebut Perdagangan Narkoba Sintetis Melonjak di Asia Timur dan Tenggara
Metamfetamin dalam volume tinggi terus diproduksi di Negara Bagian Shan, Myanmar.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB atau United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC) mengungkapkan, perdagangan narkoba sintetis di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara melonjak. Tak hanya itu, jalur-jalur penyelundupan baru pun bermunculan.
Dalam laporan yang dirilis pada Jumat (2/6/2023), UNODC mengatakan, metamfetamin dalam volume tinggi terus diproduksi di Negara Bagian Shan, Myanmar. Barang tersebut kemudian dikirim untuk dipasarkan melalui Thailand dan Laos serta rute baru melalui Myanmar tengah.
“Pedagang terus mengirimkan volume besar melalui Laos dan Thailand utara,” kata Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik Jeremy Douglas.
"Pada saat yang sama mereka telah mendorong pasokan yang signifikan melalui Myanmar tengah ke Laut Andaman di mana tampaknya hanya sedikit yang mencari," ujar Douglas menambahkan.
Laporan UNODC mengungkapkan, harga grosir sabu-sabu kristal terus menurun di Asia Timur dan Tenggara. Thailand dan Laos mencatatkan harga grosir terendah, yakni 1.000 dolar AS per kilogram di provinsi perbatasan Thailand. UNODC mengatakan, kelompok kejahatan terorganisir mempertahankan strategi ekspansi pasar yang digerakkan oleh pasokan, mendorong volume, dan menurunkan harga narkoba terkait.
Menurut laporan UNODC, secara keseluruhan, otoritas di Asia telah menyita hampir 151 ton metamfetamin pada 2022. Jumlah tersebut turun jika dibandingkan sitaan pada 2021 yang mencapai 171 ton.
Sementara itu, di wilayah provinsi perbatasan Thailand, jumlah narkoba yang disita pada 2022 mencapai 27,4 ton, meningkat 167 persen dibandingkan tahun sebelumnya.