Sejarah, Legenda Basket Indonesia Sony Hendrawan Masuk Hall of Fame FIBA
Sony Hendrawan tergabung dengan Yao Ming pada FIBA Hall of Fame Class of 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang Indonesia menjadi sorotan bola basket dunia dengan menjadi tuan rumah FIBA World Cup 2023, Agustus nanti, pamor Merah Putih lebih dulu membahana melalui mantan pebasket nasional, Sony Hendrawan. Setelah mendapatkan penghormatan di dalam negeri berupa penggunaan namanya untuk piala pemain terbaik di kompetisi bola basket IBL, kini Sony meraih penghargaan lebih prestisius dan mendunia. Legenda bola basket itu masuk dalam Hall of Fame FIBA untuk edisi 2023 atau FIBA Hall of Fame Class of 2023.
FIBA Hall of Fame adalah tempat yang didedikasikan untuk orang-orang luar biasa yang dianggap berdedikasi besar terhadap perkembangan bola basket. Hall of Fame ini didirikan pada tahun 2007, hingga saat ini telah menetapkan lebih dari 122 pemain dan pelatih yang luar biasa, pria dan wanita, dari 37 negara dan lima benua. Jejak para penerima anugerah Hall of Fame diabadikan di Patrick Baumann House of Basketball di Mies, Swiss.
Nama Sony diumumkan FIBA masuk dalam daftar Hall of Fame pada Jumat (2/6/2023). Namanya bersanding dengan sembilan pemain basket legendaris dari berbagai belahan dunia, pria dan wanita, yang masih hidup maupun sudah berpulang. Satu nama yang paling dikenal di antara Hall of Famer tahun ini adalah eks bintang NBA asal Cina Yao Ming.
"Rasanya campur aduk, senang," kata Sonny menceritakan ketika pertama kali ia diberi tahu akan mendapatkan anugerah masuk ke Hall of Fame FIBA. "Sebelumnya dari FIBA dan Perbasi ada yang mengontak memberitahukan hal ini. Ya, gembira."
Sony, asal Semarang, mengawali karier bola basket di klub Sahabat Surabaya. Bersama tim Jawa Timur itu, dia meraih medali emas PON VII 1969 di Surabaya. "Saat itu saya bekerja di Surabaya, setelah lima tahun kembali lagi ke Semarang dan bergabung dengan Sahabat Semarang," kata Sony.
Ia masih mengingat kejuaraan-kejuaraan besar yang diikutinya selama membela Merah-Putih. Seperti pada tahun 1964 misalnya, Sony dan rekan-rekannya mengalahkan Filipina 98-86 dalam pertandingan Pra-Olimpiade di Yokohama, Jepang. Padahal setahun sebelumnya, Filipina berhasil menjadi juara FIBA Asia, saat itu masih bernama ABC Championship. "Waktu lawan Korea Selatan, saya mencetak 43 poin," katanya.
Kemudian pada 1966, Indonesia dibawa menjadi runner-up Ganefo 2, pesta olahraga bangsa-bangsa yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno sebagai tandingan Olimpiade. Indonesia saat itu kalah dari Cina pada partai final.
Kemudian pada 1967, Indonesia menempati peringkat empat FIBA Asia di Seoul, Korea Selatan. "Saat itu saya lima terbaik top skor turnamen. Tim kita sendiri finis di posisi empat," ungkap Sony.
Pada turnamen yang berlangsung dengan sistem round-robin tersebut, Indonesia menang melawan India (130-107), Malaysia (89-80), Thailand (97-90), Singapura (110-75), dan Hong Kong (94-54). Sisanya lima laga lain berakhir dengan kekalahan, termasuk melawan Filipina yang akhirnya menjadi juara.
Pada 1968, Sony memperkuat Indonesia berlaga pada Pra-Olimpiade di Monterrey, Meksiko. Indonesia dikalahkan Polandia, Spanyol, dan Uruguay, tapi membuat kejutan dengan menumbangkan Australia dengan skor 58-51.
"Karena kami kalah postur ya harus bermain cepat. Kebetulan walaupun saya tidak terlalu tinggi, lompatan saya tinggi. Saya masih menyimpan foto-foto ketika berebut bola dengan pemain-pemain bertinggi dua meter tapi saya bisa menang," kenang Sony.
Salah satu media cetak Filipina pernah mengulas kehebatan Sony. Salah satunya adalah kemampuannya menembak bola dengan tangan kiri dan kanan dalam pertandingan. "Saya rasa sampai sekarang belum ada pemain kita yang bisa melakukan itu dalam pertandingan. Kebetulan saat saya menembak dengan tangan kanan dan kiri itu semuanya pernah didokumentasikan oleh media, ada fotonya, jadi tak cuma bicara" ujar Sony bangga.
Sony yang akan berulang tahun ke-80 pada 21 Juni nanti mengaku sudah berhenti bermain basket sejak usia 72 tahun. Namun, dia masih menyempatkan menonton pertandingan bola basket, terutama untuk kelompok veteran. Di sana, ia bisa bernostalgia dengan rekan-rekannya dulu saat sama-sama masih bermain basket.
Sebagai legenda bola basket Tanah Air, ia mengaku bangga Indonesia bisa menjadi tuan rumah kejuaraan besar dunia sekelas FIBA World Cup 2023. "Luar biasa, mana pernah ada kejuaraan dunia diselenggarakan di Indonesia sebelumnya. Sebelum ini kan yang paling besar Asian Games dan Kejuaraan Asia. Positif sekali. Anak-anak bisa menyaksikan Indonesia mampu menjadi penyelenggara event dunia dengan baik. Anak-anak juga bisa melihat langsung pemain-pemain basket dunia dan belajar dari mereka," kata Sony.
Sebagai orang Indonesia pertama yang masuk Hall of Fame FIBA, Sony punya pesan kepada para generasi muda Indonesia. "Harus punya tekad kuat dari diri sendiri bisa terus menjadi lebih baik. Tidak cukup hanya dengan berlatih dengan klub, tapi juga harus menambah latihan sendiri. Dahulu saya berlatih sendiri di lapangan outdoor jam 1 siang supaya kemampuan saya terus meningkat. Sekarang harusnya bisa lebih baik dari dulu karena fasilitas dan lapangan juga lebih bagus. Mereka harus punya motivasi ekstra dari diri sendiri untuk terus mengasah kemampuan," tutupnya.
Para penerima penghargaan Hall of Fame akan diabadikan dalam sebuah upacara bergengsi di Manila, Filipina, menjelang FIBA World Cup 2023. Acara ini akan berlangsung pada 23 Agustus malam, setelah penutupan Kongres FIBA.
FIBA Hall of Fame Class of 2023
Pemain
Amaya Valdemoro (Spanyol)
Yuko Oga (Jepang)
Penny Taylor (Australia)
Katrina McClain (AS)
Wlamir Marques (Brasil)
Yao Ming (Cina)
Liem Tjien Siong/Sony Hendrawan (Indonesia)
Angelo Monteiro dos Santos Victoriano (Angola)
Carlos Loyzaga (Filipina - anumerta)
Zurab Sakandelidze (Georgia - anumerta)
Pelatih
Valerie Garnier (Prancis)
Alessandro Gamba (Italia)