Pengamat: AD/ART Demokrat Bukan Produk Perundangan, Harusnya MA Tolak PK Moeldoko
KSP Moeldoko bahkan disebut tidak memiliki kartu tanda anggota Partai Demokrat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Jamiluddin Ritonga, menilai Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Moeldoko seharusnya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut Ritonga, yang dijadikan objek gugatan dari PK itu hanya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
Ia menuturkan, sesuai konstitusi, MA memang memiliki kewenangan PK terhadap perundang-undangan di bawah UU yang dinilai bertentangan UU. Namun, AD/ART hanya produk Partai Demokrat dan hanya berlaku di internal, bukan produk perundangan.
"Dalam hierarki hukum di Indonesia, AD/ART bukan produk perundang-undangan," kata Jamiluddin, Sabtu (3/6/2023).
Ia menilai, penggugat juga tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum karena output dari Kongres Luar Biasa (KLB) yang tidak sesuai, bahkan bertentangan AD/ART Partai Demokrat. Bahkan, Moeldoko tidak punya kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat.
Itu semakin membuktikan Moeldoko tidak punya legal standing menggugat AD/ART Demokrat. Karena itu, MA seharusnya menolak PK yang diajukan Moeldoko. Jika tidak, keadilan sudah dirampas sewenang-wenang.
"Kekuasaan sudah masuk terlalu jauh ke ranah hukum," ujar Jamiluddin.
Ia melihat, secara politis tentu itu akan sangat berbahaya. Seperti diingatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bila keadilan tidak datang, publik berhak memperjuangkannya secara damai dan tetap konstitusional.
Peringatan SBY itu tampaknya tidak hanya diikuti kader Partai Demokrat. Sebab, kalau MA memenangķan gugatan Moeldoko, Anies Baswedan gagal menjadi capres. Itu membuat kemarahan relawan dan pendukung Anies.
Jumlah mereka sangat besar dan secara politis bisa mengganggu stabilitas politik. Tidak menutup kemungkinan, PKS dan Nasdem turut marah bila MA memenangkan Moeldoko, yang membuat stabilitas politik semakin kacau.
Maka itu, ia mengingatkan, implikasi politis sangat besar bila keadilan diselewengkan untuk kepentingan kekuasaan. Karenanya, Jamiluddin menekankan, MA jangan bermain api dalam memutus gugatan tersebut.
"MA harus tetap jadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan," kata Jamiluddin menegaskan.