Indonesia-Malaysia Bertekad Melawan Diskriminasi Uni Eropa Terhadap Sawit
Indonesia dan Malaysia adalah produsen dan eksportir minyak sawit terbesar dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Presiden Indonesia Joko Widodo pada Kamis (8/6/2023) menyerukan kerja sama yang lebih baik dengan negara tetangganya, Malaysia, untuk melawan sikap "diskriminasi" terhadap produk kelapa sawit kedua negara ini. Hal itu karena undang-undang baru Uni Eropa antideforestasi yang mengancam untuk mengurangi ekspor komoditas tersebut.
Uni Eropa tahun ini mengesahkan sebuah undang-undang yang melarang impor komoditas yang terkait dengan deforestasi. Kebijakan ini dianggap sebuah langkah diskriminatif, yang diperkirakan akan merugikan produk kelapa sawit.
Indonesia dan Malaysia adalah dua produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Minyak kelapa sawit merupakan sebuah komoditas yang digunakan untuk berbagai macam produk mulai dari lipstik sampai piza.
"Kita perlu memperkuat kolaborasi ini. Kami tidak ingin komoditas yang diproduksi oleh Malaysia dan Indonesia didiskriminasi di negara lain," ujar Jokowi, panggilan akrab presiden Indonesia itu, dalam sebuah konferensi pers di Kuala Lumpur setelah bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Dalam sebuah pernyataan bersama, kedua pemimpin tersebut berjanji untuk bekerja sama secara erat untuk mengatasi langkah-langkah diskriminatif yang sangat merugikan terhadap minyak kelapa sawit kedua negara dari negara-negara Uni Eropa.
Jokowi dan Anwar Ibrahim meminta Uni Eropa bisa bekerja sama untuk mencapai resolusi yang adil dan merata. Indonesia dan Malaysia bersama-sama menyumbang sekitar 85 persen dari ekspor minyak kelapa sawit global.
Kedua negara ini telah mengirimkan delegasinya dalam sebuah misi bersama ke Brussels pekan lalu. Di mana pejabat senior pemerintah dari kedua negara bertemu dengan para pemimpin Uni Eropa untuk mendiskusikan undang-undang deforestasi tersebut.
Malaysia menyebut undang-undang tersebut "tidak adil" dan mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan Indonesia untuk mempertimbangkan tanggapan yang tepat terhadap undang-undang tersebut. Jokowi juga mengatakan bahwa kedua negara telah sepakat untuk membuat kerangka kerja untuk melindungi hak-hak pekerja migran.
Malaysia telah menghadapi serangkaian tuduhan dalam beberapa tahun terakhir atas perlakuannya terhadap pekerja migran, yang merupakan tulang punggung industri manufaktur dan jasanya. Beberapa perusahaan Malaysia telah dilarang beroperasi di Amerika Serikat karena menggunakan cara 'kerja paksa'.
Sementara, pekerja Indonesia adalah sumber tenaga kerja asing terbesar bagi Malaysia, dengan banyak orang Indonesia yang bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia.