Legislator: PP yang Atur Ekspor Pasir Laut Perlu Direvisi atau Dibatalkan!
Luluk Nur Hamidah ingatkan sejak 2003 Indonesia konsisten melarang ekspor pasir laut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mengkaji ulang PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pasalnya, aturan itu membuka kembali larangan ekspor pasir laut yang sudah 20 tahun ditutup.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengatakan penyusunan PP 26/2023 memang ranah pemerintah. Namun, Indonesia perlu belajar dari kebijakan ekspor pasir laut masa lalu yang menuai banyak protes.
"Saya harap, pemerintah tidak sembrono menerbitkan kebijakan. Maka, saya minta PP ini perlu dikoreksi, dikaji ulang, bahkan kalau perlu dibatalkan," kata Luluk, Kamis (8/6).
Ia mengingatkan, sejak 2003 Indonesia konsisten melarang ekspor pasir laut dengan pertimbangan lingkungan. Kala itu, Presiden Megawati restui penghentian ekspor pasir laut lewat Permenperin Nomor 117 Tahun 2003.
Larangan itu demi menghentikan kerusakan lingkungan, mencegah kaburnya batas maritim, dan menghentikan kerusakan pulau-pulau kecil. Larangan ini memunculkan permasalahan, termasuk beragam aksi pengiriman pasir ilegal.
Luluk mendorong pemerintah mempertegas larangan bukan malah membuka izin ekspor. Membuka ekspor pasir laut dari sedimentasi laut dikhawatirkan merupakan legalisasi untuk membawa pasir laut ke luar negeri.
Maka itu, Luluk meminta pemerintah mencabut aturan PP Nomor 26 Tahun 2023. Sebab, aturan yang membuka kembali izin ekspor pasir laut dinilai lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya.
"Kita dulu gagal mencegah kebocoran penyelundupan pasir laut yang melibatkan oknum aparat dan penguasa dan tidak ada jaminan kita tidak mengulang kembali jika peluang ini dibuka," ujar Luluk.
Ia mengingatkan, ada dampak jangka panjang pengerukan pasir laut yang merusak kelestarian lingkungan. Membuka eksploitasi pasir laut yang langsung mengancam eksistensi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Pemerintah terkesan mengulang kembali kebijakan yang pernah dilarang karena membahayakan ekologi demi kepentingan ekonomi semata. Padahal, kondisi ekologi laut kita sedang tidak baik-baik saja," kata Luluk.
Untuk itu, Luluk memastikan akan mengawal kebijakan pengerukan pasir laut itu. Luluk menolak kebijakan itu dan berharap pemerintah mendengar masukan-masukan berbagai pihak, termasuk banyaknya kritik terkait itu.