Putri Ariani Bersuara Merdu, Apakah Suaranya Termasuk Aurat?
Muhammadiyah menyatakan tidak pernah ditemukan dalil suara perempuan adalah aurat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi difabel asal Indonesia Putri Ariani baru-baru ini berhasil mendapatkan Golden Buzzer di ajang America’s Got Talent (AGT) 2023 dari juri Simon Cowell. Penyanyi Indonesia berusia 17 tahun itu tampil memukau pada 7 Juni 2023.
Dalam penampilannya, Putri membawakan dua lagu, yaitu lagu dari ciptaannya sendiri berjudul “Loneliness” dan lagu dari Elton John yang berjudul “Sorry Seems to be the Hardest Word”. Penampilan Putri itu pun mendapatkan banjir pujian dari para juri dan penonton. Dengan suaranya yang merdu, Putri bahkan berhasil membuat Simon Cowell terkagum-kagum.
Namun, warganet Indonesia justru sibuk membahas tentang hukum suara dalam Islam, apakah suara itu termasuk aurat perempuan? Untuk mengetahuinya, tentu harus menelusuri pendapat para ulama.
Terkait pertanyaan mengenai apakah suara perempuan termasuk aurat dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama dan cendekiawan Islam. Setidaknya ada dua pandangan arus utama di kalangan ulama terkait suara perempuan, ada yang berpendapat suara perempuan adalah aurat dan ada yang menyatakan bukan aurat.
Pendapat Ulama Suara adalah Aurat
Pandangan pertama menyatakan suara perempuan termasuk aurat. Pandangan ini berpendapat suara perempuan adalah bagian dari aurat yang harus dilindungi dan tidak boleh didengar oleh pria yang bukan mahramnya.
Oleh karena itu, dalam konteks ini, perempuan diharapkan menjaga kesopanan dan membatasi penggunaan suara mereka di hadapan pria yang bukan mahram.
Abdurrahman Al-Jaziri dalam Al-Fiqhu ‘ala Madzhahibil Arba‘ah menjelaskan, perempuan ketika berbicara dilarang untuk meninggikan suaranya sekira terdengar oleh laki-laki yang bukan mahram. Pasalnya, suaranya lebih mendekati fitnah daripada suara gemerincing gelang kakinya.
Allah SWT berfirman,
وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ
Artinya:
“....Janganlah mereka berjalan dengan mengentakkan kaki agar perhiasan mereka yang tersembunyi dapat diketahui.....”. (QS An-Nur ayat 31).
Allah melarang laki-laki mendengarkan suara gemerincing gelang kaki perempuan karena itu menunjukkan perhiasan mereka. Keharaman suara perempuan tentu lebih daripada keharaman (mendengarkan) suara gemerincing perhiasannya. Karena itu ahli fikih memakruhkan adzan perempuan karena adzan membutuhkan suara yang keras.
Berdasarkan hal itu, maka perempuan diharamkan bernyanyi dengan suara keras bila terdengar oleh laki-laki bukan mahram, sama saja nyanyi diiringi alat musik atau tidak diiringi. Keharaman itu bertambah jika nyanyian perempuan itu mengandung unsur yang dapat mengobarkan syahwat seperti menyebut cinta, rindu dendam, deskripsi perempuan, mengajak pada maksiat, dan lain sebagainya.
Pendapat Ulama Suara Bukan Aurat
Pandangan kedua menyatakan suara perempuan tidak termasuk aurat. Pandangan ini didasarkan pada pendapat bahwa suara perempuan bukanlah bagian dari aurat yang harus ditutup.
Oleh karena itu, perempuan dapat berbicara atau bernyanyi dengan suara yang wajar di hadapan mahram (keluarga yang diharamkan menikah) atau wanita lain.
Mazhab Syafi’i berpendapat suara perempuan bukan bagian dari aurat, sehingga kita bisa mendengarkan suaranya. Ketika aman dari fitnah, maka kita boleh mendengarkan suaranya.
Menurut ulama Mazhab Syafii, perempuan juga dianjurkan 'menyamarkan' suaranya. Ketika ada yang mengetuk pintu rumahnya, perempuan tidak boleh menjawab dengan suara gemulai.
Menurut Ustadzah Aini Aryani...
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustadzah Aini Aryani mengungkapkan mayoritas ulama berpendapat suara wanita bukanlah aurat. Menukil pendapat Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin, Ustadzah Aini menyampaikan bahwa pada dasarnya suara wanita bukan aurat.
Namun, hukumnya bisa berubah jika ditakutkan menimbulkan fitnah atau bisa menganggu kekhusyukan ibadah. Majelis Tarjih PP Muhammadiyah juga menyatakan tidak pernah ditemukan dalil yang menunjukkan suara wanita adalah aurat.
Sejarah juga menunjukkan para sahabat, termasuk yang perempuan juga berinteraksi dengan para istri Nabi SAW. Jadi, suara perempuan bukan aurat karena para istri Nabi juga meriwayatkan hadits kepada para sahabat atau tabiin laki-laki.
Kendati demikian, para ulama menyarankan agar perempuan menjaga kesopanan dan tidak berbicara dengan suara yang mencolok di depan orang asing atau dalam situasi yang mengundang fitnah.
Wanita hendaknya tidak melantangkan suaranya dalam berbicara, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab Ayat 32:
يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ
Artinya:
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu 'tunduk' dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada 'penyakit dalam hatinya' dan ucapkanlah perkataan yang baik."