Respons KPU dan DPR Atas Peringatan MK Soal Politik Uang di Sistem Proporsional Terbuka 

MK kemarin telah memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

VOA
Bilik dan kotak suara pemilu. MK telah memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. (ilustrasi)
Rep: Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons peringatan yang disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK) soal maraknya praktik politik uang atau jaul-beli suara pemilih dalam pemilihan legislatif dengan sistem proporsional daftar calon terbuka. MK diketahui telah memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem tersebut. 

Baca Juga


Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, sebenarnya dalam UU Pemilu sudah ada ketentuan dan lembaga yang ditugaskan untuk mencegah maupun menindak calon anggota legislatif (caleg) yang melakukan praktik politik uang. 

"Saya kira norma di peraturan perundangan-undangan sudah tidak kurang-kurang memberikan warning dan perhatian bahwa tindakan-tindakan tertentu dilarang supaya tidak terjadi manipulasi atau penggunaan instrumen uang sehingga persaingan menjadi tidak fair," kata Hasyim di kantornya, Jakarta, dikutip Jumat (16/6/2023). 

UU Pemilu, kata dia, menugaskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mencegah dan menindak politik uang. Beleid yang sama memuat ketentuan sanksi bagi kandidat yang terbukti melakukan politik uang. 

Pasal 285 UU Pemilu, misalnya, menyatakan bahwa calon yang terbukti melakukan politik uang akan dijatuhi sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai kandidat. "Setelah pemungutan suara ternyata calon terpilih diputuskan terbukti melakukan politik uang, juga akan dibatalkan sebagai calon terpilih," kata Hasyim.

Selain dari sisi normatif, lanjut Hasyim, persoalan politik uang ini juga harus dilihat dari aspek kultur masyarakat. Menurut dia, perkara jual-beli suara pemilih ini tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab calon yang memberi saja. Masyarakat yang mendapat tawaran uang juga harus punya kesadaran untuk menolak. 

Jangan pula masyarakat menawarkan suaranya kepada kandidat demi mendulang uang. "Jadi, relasi ini tidak hanya sepihak, tetapi harus timbal balik antara calon dengan pemilih supaya sama-sama terhindar dari praktik-praktik politik uang," kata Hasyim. 

Lebih lanjut, Hasyim menegaskan bahwa kebijakan lembaganya menghapus  ketentuan yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), tidak akan mengurangi transparansi dana kampanye para kandidat. Untuk diketahui, sejumlah pihak khawatir penghapus LPSDK akan membuat kandidat menerima sumbangan melampaui batas dan digunakan untuk membeli suara pemilih. 

Hasyim menjelaskan, transparansi pendanaan kampanye para peserta pemilu masih bisa diwujudkan dengan keberadaan ketentuan rekening khusus dana kampanye, Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). 

Selain itu, pihaknya juga membuat inovasi baru bernama Sistem Informasi Dan Kampanye (Sidakam). Lewat kanal tersebut, para peserta pemilu bisa menyampaikan sumbangan dana kampanye yang mereka terima secara harian. 

"Kalau ada sumbangan dana kampanye hari ini misalkan, akan kita update (di Sidakam) dan akan kita publikasikan sehingga siapa pun warga negara, termasuk teman-teman jurnalis bisa mengakses Sidakam tersebut," ujar Hasyim. 

 


 

Kemarin, Kamis (15/6/2023), MK menolak gugatan yang meminta sistem pemilu diganti menjadi proporsional daftar calon tertutup. Dengan demikian, sistem proporsional terbuka akan tetap digunakan dalam Pemilu 2024. 

Dalam bagian pertimbangan putusannya, MK menyatakan kelemahan sistem proporsional terbuka adalah praktik politik uang. Para caleg yang punya sumber daya finansial besar dapat memanfaatkannya untuk membeli suara pemilih.  

MK menawarkan tiga langkah konkret untuk mengurangi potensi terjadinya praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama, partai politik, para calon anggota DPR dan DPRD harus memperbaiki komitmen menjauhi praktik politik uang dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. 

Kedua, penegakkan hukum terhadap pelaku praktik politik uang tidak boleh pandang bulu. "Khusus calon anggota DPR, DPRD yang terbukti terlibat dalam praktik politik uang, harus dibatalkan sebagai calon dan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra. 

Guna memberi efek jera, MK bahkan mengusulkan agar pemerintah mengusulkan pembubaran terhadap partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang. 

Ketiga, MK mendorong masyarakat perlu diberikan kesadaran politik untuk tidak menerima praktik politik uang karena merusak prinsip Pemilu demokratis. Menurut MK, peningkatan kesadaran tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah dan negara serta penyelenggara Pemilu, namun juga tanggung jawab kolektif parpol, masyarakat sipil, dan pemilih. 

"Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan mahkamah bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," ujar Saldi. 

Tim hukum DPR RI merespons positif peringatan MK tersebut. Salah satu anggota tim hukum DPR dari Fraksi Golkar, Supariansa, menyoroti saran perbaikan dari MK agar calon anggota legislatif (caleg) yang melakukan politik uang atau jual beli suara pemilih dijatuhi sanksi diskualifikasi, sedangkan partainya dibubarkan. 

"Saya kira ini adalah sebuah pendapat yang disimak hari ini dan (untuk) perbaikan ke depan," kata Supriansa ketika konferensi pers usai mengikuti sidang pembacaan putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023). 

Ketika ditanya bagaimana DPR akan menindaklanjuti saran perbaikan dari MK itu, Supriansa tak memberikan jawaban. Dia hanya mengatakan bahwa semua partai politik peserta Pemilu 2024 berkomitmen tidak melakukan politik uang. 

"Saya kira semua partai tidak ada yang melakukan itu. Kenapa, karena memang dilarang. Aturan sudah mengatakan tidak ada praktik money politic yang boleh dilakukan," kata politikus Golkar itu. 

Selain itu, lanjut dia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga bisa melakukan pengawasan dan penindakan terhadap praktik politik uang. Masyarakat juga bisa membuat laporan kepada Bawaslu. 

"Kalau misalnya sistem proporsional terbuka dilaksanakan dan masih ada praktik-praktik money poltics di tengah masyarakat, maka ini adalah peran bawaslu yang boleh bekerja sampai ke bawah," kata anggota Komisi III (bidang hukum) DPR RI itu.

 

MK Putuskan Pemilu Tetap dengan Sistem Proporsional Terbuka - (Infografis Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler