Topan Biparjoy Ciptakan Kerusakan di India dan Pakistan
Badai tersebut memakan banyak korban terutama saat mendarat di India.
REPUBLIKA.CO.ID, MANDVI -- Topan Biparjoy mematikan listrik dan melemparkan kontainer pengiriman ke laut di India barat pada Jumat (16/6/2023). Lebih dari 180 ribu orang berlindung di India dan Pakistan.
Pejabat India mengatakan, listrik telah pulih di beberapa desa, sementara banyak lainnya masih tanpa listrik. Badai tersebut berkecepatan angin 85 kph dan berhembus hingga 105 kph melalui wilayah pesisir Gujarat barat.
Departemen Meteorologi India mengatakan, Topan Biporjoy mencetak rekor umur terpanjang di Laut Arab dengan lebih dari 10 hari. Topan Kyarr pada 2019 memiliki masa hidup sembilan hari.
Tingkat kerusakan penuh di India barat tidak segera diketahui. Namun, badai tersebut memakan banyak korban terutama saat mendarat di India. Seorang pria dan putranya meninggal saat mereka mencoba menyelamatkan ternak di negara bagian Gujarat.
Selain dua kematian tersebut, 23 orang terluka di berbagai daerah. Menurut laporan pihak berwenang, sekitar 100 ribu orang yang dievakuasi di India barat untuk sementara dipindahkan ke kamp-kamp bantuan.
Pemerintah Gujarat mengatakan, telah mengerahkan 184 regu aksi cepat untuk menyelamatkan hewan liar dan menebangi pohon tumbang di Taman Nasional Gir, rumah bagi hampir 700 singa Asia.
Badai pun menghasilkan kerusakan lain saat mendarat, termasuk menumbangkan pohon dan tiang listrik. Pejabat di kota pesisir Mandvi mengatakan, angin kencang melemparkan beberapa peti kemas ke laut di pelabuhan Mundra, salah satu pelabuhan terbesar di India.
Sedangkan warga Pakistan sangat waspada setelah banjir mematikan tahun lalu. Hujan yang didorong angin mengguyur kota-kota pesisir selatan di Pakistan untuk hari kedua pada Jumat.
Topan itu diperkirakan akan menyebabkan banjir bandang di selatan negara itu. Badan penanggulangan bencana nasional Pakistan mengatakan, topan itu berada 125 kilometer selatan-barat daya Keti Bandar, sebuah pelabuhan di provinsi Sindh yang dilanda banjir.
Provinsi Sindh Pakistan mengalami salah satu banjir paling mematikan di negara itu musim panas lalu, sebagian disebabkan oleh perubahan iklim. Sedikitnya 1.739 orang meninggal dan 33 juta orang mengungsi.
Pakistan akan memutuskan orang-orang terlantar dapat diizinkan untuk kembali atau tidak pada Sabtu (17/6/2023). Nelayan di kota pesisir Badin Shakir Din mengatakan, keluarga dan tetangganya akan segera pulang.
"Badai diperkirakan melemah pertama menjadi badai siklon dan kemudian menjadi depresi pada malam ini," kata pernyataan pemerintah Pakistan.
Orang-orang di wilayah itu mengantre untuk menerima makanan yang disumbangkan oleh badan amal, lembaga bantuan, dan otoritas setempat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Kamis (15/6/2023), bahwa pihaknya mendukung upaya Pakistan untuk menangani dampak topan.
Pemerintah Pakistan dan kelompok bantuan setempat mengirimkan makanan dan air minum gratis kepada para pengungsi. Perdana Menteri Shahbaz Sharif mengatakan, pemerintahnya melindungi mereka yang berada di jalur badai.
UNICEF memperingatkan bahwa lebih dari 625 ribu anak berada dalam risiko langsung di Pakistan dan India. “Di Pakistan, Topan Biparjoy mengancam krisis baru bagi anak-anak dan keluarga di Sindh, provinsi yang paling parah terkena dampak banjir dahsyat tahun lalu,” kata direktur regional UNICEF untuk Asia Selatan Noala Skinner.
Sebuah studi pada 2021 menemukan, bahwa frekuensi, durasi, dan intensitas siklon di Laut Arab meningkat secara signifikan antara 1982 hingga 2019. Para ahli mengatakan peningkatan tersebut akan terus berlanjut, membuat persiapan menghadapi bencana alam menjadi lebih mendesak.