Para Pemimpin Afrika Memulai Misi Perdamaian di Ukraina
Para pemimpin Afrika melihat peluang untuk menengahi perang Rusia-Ukraina.
REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Para pemimpin Afrika memulai misi perdamaian di Ukraina. Delegasi Afrika, termasuk para pemimpin Senegal, Mesir, Zambia, Afrika Selatan, dan Komoro, bertemu Presiden Volodymyr Zelenskiy setelah disambut oleh tembakan misil Rusia di Kiev.
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa mengatakan, para pemimpin Afrika datang untuk berbagi perspektif. Dia mengatakan, membuka pembicaraan dengan Rusia sebagai bagian dari misi para pemimpin Afrika.
Ramaphosa mengingat bahwa mantan presiden Afrika Selatan Nelson Mandela menyukai negosiasi. "Bahkan ketika konflik menjadi paling intens, saat itulah perdamaian harus dibuat," ujar Ramaphosa.
Presiden Kepulauan Comoro, Azali Assoumani yang menjadi ketua Uni Afrika saat ini mengatakan, para pemimpin tidak memiliki hak untuk menghindari negosiasi. "Bukan kepentingan kami untuk tidak melakukan apa-apa. Itu akan menjadi pengecut. Diskusi ini mutlak diperlukan. Izinkan saya meyakinkan Anda bahwa kami memahami rasa sakit Anda. Kami telah menjalaninya. Dan kami akan berdiskusi dengan (Presiden Rusia Vladimir) Putin," ujar Assoumani.
Para pemimpin Afrika melihat peluang untuk menengahi perang Rusia-Ukraina. Perang ini telah mengganggu pasokan biji-bijian dan makanan lainnya serta memperburuk inflasi harga pangan.
Ramaphosa mengatakan, negara-negara Afrika siap untuk berpartisipasi lebih lanjut dalam pakta perdamaian di Ukraina, dan menyerukan pengiriman biji-bijian. Ukraina adalah produsen dan pengekspor global utama biji-bijian.
Negara-negara Afrika sebagian besar tetap...
Negara-negara Afrika sebagian besar tetap netral dalam perang Ukraina. Beberapa negara Afrika, terutama Afrika Selatan mendapat dukungan dari Uni Soviet untuk gerakan kemerdekaan mereka dan memiliki hubungan baik dengan Rusia. Tetapi sebagian besar negara Afrika memiliki hubungan ekonomi yang lebih dekat dengan Amerika Serikat dan Eropa.
Para pemimpin Afrika berupaya mencapai kesepakatan untuk membangun kepercayaan, bahkan ketika Ukraina memulai serangan balasan untuk memukul mundur pasukan Rusia dari wilayah Ukraina yang mereka duduki. Setelah bertemu dengan delegasi Afrika, Presiden Zelenskiy mengatakan, pembicaraan damai dengan Rusia hanya mungkin dilakukan setelah Moskow menarik semua pasukannya dari wilayah Ukraina yang diduduki.
Komentar Zelenskiy mengisyaratkan tidak ada perubahan dalam sikap lama Ukraina pada pembicaraan damai, kendati delegasi Afrika berharap dapat menjadi penengah untuk mengakhiri perang yang telah berkecamuk sejak invasi skala penuh Rusia pada Februari 2022.
"Membiarkan negosiasi apa pun dengan Rusia sekarang saat penjajah berada di tanah kami berarti membekukan perang, membekukan segalanya, rasa sakit dan penderitaan. Kami membutuhkan perdamaian nyata, dan oleh karena itu harus ada penarikan nyata pasukan Rusia dari seluruh tanah kami yang merdeka," kata Zelenskiy.
Sementara Kremlin mengecilkan kemungkinan pembicaraan damai dengan Kiev. Rusia mengatakan, kondisi untuk proses perdamaian tidak ada, tetapi mereka siap untuk mendengarkan dan terbuka untuk menerima inisiatif dari pihak eksternal.