Divestasi Saham Vale, Jokowi: Kepentingan Nasional Didahulukan
Keputusan investasi Vale akan diputuskan bulan ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah segera memutuskan soal rencana divestasi saham PT Vale Indonesia (INCO) sebesar 51 persen pada Juli 2023.
Divestasi kepemilikan saham segera diputuskan seiring dengan masa operasi dan kontrak Vale Indonesia yang akan berakhir pada 28 Desember 2025.
"Segera akan kita putuskan. Insya Allah bulan ini akan kita putuskan. Intinya kepentingan nasional harus didahulukan," kata Presiden Jokowi saat menyampaikan keterangan pers di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (3/7/2023).
Jokowi menilai divestasi PT Vale Indonesia dilakukan demi kepentingan nasional, seiring dengan rencana hilirisasi dan industrialisasi yang dilakukan pemerintah. Namun demikian, Kepala Negara juga ingin divestasi dengan kepemilikan saham 51 persen oleh Indonesia itu tidak merugikan investor.
"Kita juga tidak ingin merugikan investor. Win-win, dua-duanya harus jalan dengan baik, dan yang paling penting industrialisasi, hilirisasi betul-betul harus berjalan," kata Jokowi.
Dalam kesempatan sebelumnya, pemerintah diminta segera melakukan divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Terlaksananya divestasi 51 persen saham Vale Indonesia akan menjadi prestasi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena berhasil "membawa pulang" nikel Tanah Air, menyusul kesuksesan yang serupa pernah ditorehkan melalui divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Divestasi yang akan dilakukan INCO untuk memenuhi persyaratan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) ialah 11 persen. Dengan demikian, nantinya komposisi kepemilikan 31 persen pemerintah Indonesia melalui MIND ID, 20,7 persen publik, dan sisanya masih dimiliki oleh Vale Canada dan Sumitomo Metal Mining.
Namun, angka 11 persen itu dirasa tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi mayoritas lantaran 20 persen saham yang dilepas ke publik pun dimiliki oleh lembaga asing melalui transaksi saham, bukan investor Tanah Air. Dengan kepemilikan mayoritas saham oleh pemerintah, Indonesia memiliki kemandirian dalam memanfaatkan cadangan nikel terbesar untuk kepentingan masyarakat.
Apalagi, pemerintah memiliki rencana besar untuk ekosistem kendaraan listrik yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai.