EBT Kini Menjadi Peluang Investasi Baru di Jateng
Wagub Jateng sebut ada lima negara teratas yang nanamkan investasi di Kuartal I/2023
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Energi Baru Terbarukan (EBT) bisa menjadi peluang investasi baru di Jawa Tengah, seiring dengan bertumbuhnya ekosistem manufaktur di daerah ini. Pasalnya ekosistem manufaktur sangat membutuhkan dukungan energi.
Wakil Gubernur(Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen mengungkapkan, pada Kuartal I tahun 2023 –setidaknya-- ada lima negara teratas yang menanamkan investasinya di Jawa Tengah.
Kelima negara itu adalah Hongkong dengan realisasi investasi mencapai 128,65 juta dollar AS, Korea Selatan (98,43 juta dollar AS), Luxembourg (30,58 juta dollar AS), Singapura (20,78 juta dollar AS) dan China (19,69 juta dollar AS).
Di luar sumber energi yang sudah tersedia, investasi di sektor manufaktur tersebut juga membutuhkan alternatif energi untuk menopang produksinya.
“Sehingga sektor energi --khususnya EBT—kini menjadi peluang investasi baru di Jawa Tengah,” ungkapnya, saat menjadi pembicara kunci pada acara Central Java Renewable Energy Investment Forum 2023, di Hotel Gumaya, Semarang, Selasa (4/7).
Wagub juga menyampaikan, potensi EBT di Jawa Tengah sangat melimpah. Mulai dari energi surya, air, panas bumi, angin, hingga biomassa dan lainnya.
Potensi EBT ini dapat dikembangkan untuk mendorong penyediaan energi daerah berbasis energi bersih. Potensi ini harus kita kelola bersama- sama dan dioptimalkan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi alternatif yang lebih ramah bagi lingkungan.
Sebagai warga negara Republik Indonesia, patut untuk mengkampanyekan dan menyuarakan pemanfaatan potensi EBT tersebut.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah telah memperbaiki badan usaha milik daerah (BUMD) Jateng Petro Energy (JPEN) yang saat ini juga khusus menangani serta mengelola energi.
Saat ini terus mewujudkan program Jawa Tengah sebagai Solar Province. Sejumlah kantor di Pemprov Jawa Tengah, seperti kantor Dinas Energi Sumber Daya Mineral dan Gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah sudah menggunakan panel surya untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Selain itu lembaga pendidikan, seperti pondok pesantren, juga didorong untuk menggunakan energy berbasis sinar matahari. Kapal nelayan di Jawa Tengah, kini juga sudah ada yang menggunakan tenaga surya.
Selain untuk mengurangi gas kaca, pemanfaatan energi surya tersebut juga bakal berdampak ekonomis untuk lembaga- lembaga tersebut. Karena belanja kebutuhan energi dapat ditekan hingga kisaran 30 – 40 persen.
“Sehingga, pemanfaatan dan optimalisasi potensi EBT ini jelas akan mampu memangkas pengeluaran/ pembiayaan kebutuhan energi yang harus dikeluarkan dalam mendukung operasionalnya,” kata Taj Yasin.