Mendag Bidik Negara di Asia Selatan Genjot Ekspor yang Melambat
Sangat penting untuk menjajaki pasar-basar baru non tradisional.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan Indonesia membidik pasar non tradisional di Asia Selatan seperti India, Pakistan dan Bangladesh guna menggenjot ekspor nasional yang mengalami perlambatan pertumbuhan.
"Pasar tradisional kita memang melambat oleh karena itu kita coba terobosan baru misalnya ke Asia Selatan yang selama ini non tradisional kita," ujar Zulkifli usai peluncuran Trade Expo Indonesia di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Zulkifli menyampaikan, India, Pakistan, Bangladesh, Timur Tengah, Afrika dan Mesir merupakan pasar yang sangat potensial bagi Indonesia untuk menjual produk-produknya. Menurutnya, jumlah penduduk yang banyak memungkinkan Indonesia untuk menggali produk apa yang dibutuhkan oleh para negara tersebut.
"Itu potensi pasar yang besar, Afrika 1,4 miliar orangnya, Asia Selatan 2 miliar, Timur Tengah 500 juta orang. Pasar lama iya (tetap ekspor), yang baru kita garap lebih serius lagi," kata Zulkifli.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, sangat penting untuk menjajaki pasar-basar baru non tradisional. Ditambah lagi, Indonesia memiliki berbagai perjanjian dagang baik yang bilateral maupun regional.
Beberapa perjanjian tersebut antara lain Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA), Indonesia-Eropa (EFTA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Perjanjian dagang tersebut membuka akses yang lebih luas.
"Juga dengan Chile yang sudah ada FTA, lalu Mozambik yang FTA. Jadi banyak kesempatan juga dengan adanya perjanjian dagang ini untuk kita bisa optimalkan," kata Shinta.
Shinta menyampaikan, optimalisasi perjanjian dagang harus terus disosialisasikan kepada para pelaku usaha agar dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
Menurut Shinta, penting untuk melakukan diversifikasi tidak hanya pada wilayah Uni Eropa dan Amerika Serikat Serikat tetapi juga pada pasar-pasar non tradisional.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan bahwa diperlukan market intelegensi untuk mengidentifikasi produk unggulan bagi negara-negara lain. Selain itu, perlu adanya kerja sama dengan perwakilan Indonesia di negara sahabat untuk memberi data-data dan peluang.
"Makanya kita perlu lebih banyak mensosialisasikan kepada pelaku usaha supaya bisa mengambil manfaat daripada perjanjian dagang yang sudah dinegosiasikan pemerintah. Ini tidak hanya bilateral namun juga regional ya," ujarnya.