Beijing Berlaku Ketat pada Aktivitas LGBT
Cina menentang campur tangan asing terhadap masalah dalam negerinya.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Diplomat asing mengeluhkan kebijakan ketat yang dilakukan Pemerintah Cina. Sekitar 20 utusan dari 12 negara Barat dan Asia menyatakan adanya kehadiran polisi dalam jumlah lebih besar di sekitar kedubes mereka.
Selain itu, Cina dianggap lebih ketat terkait kontak dengan kedubes serta acara dengan warga, termasuk acara-acara manyangkut LGBT dan bertema gender. Dengan kondisi ini, mereka menilai interaksi antara warga Cina dan utusan diplomatik asing terhambat.
Polisi kerap mengontak aktivis LGBT atau feminis Cina sebelum melakukan kegiatan dengan kedubes asing agar membatalkan acaranya. Menurut tiga diplomat dan dua warga Cina, mereka bahkan di panggil ke kantor polisi.
Pada Mei lalu, Beijing LGBT Center, lembaga yang mengadvokasi pernikahan sesama jenis ditutup.
Merespons keluhan itu, Kementerian Luar Negeri (Kemelu) Cina dalam pernyataannya menegaskan, Pemerintah Cina selalu mematuhi konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik. Cina menyediakan bantuan serta perlindungan yang dibutuhkan bagi delegasi asing.
‘’Negara mana pun berhak menerapkan aturan dalam negerinya untuk menjamin keamanan nasionalnya. Ini praktik yang umum di semua negara. Warga Cina secara setara mendapatkan haknya sesuai konstitusi dan hukum yang berlaku,’’ ujar Kemenlu Cina seperti diberitakan Reuters, Kamis (13/7/2023).
Kementerian Keamanan Publik yang membawahi polisi, tak memberikan respons ketika ditanya mengenai keluhan para diplomat asing tersebut. Sejumlah kebijakan Cina ini menyusul keputusan Presiden Xi Jinping mengenai jaminan keamanan nasional.
Tahun ini, Cina meloloskan.....
Tahun ini, Cina meloloskan perubahan undang-undang konter spionase yang memperluas definisi aktivitas mata-mata dan wewenang polisi. Juga ada pembatasn akses data bagi pengguna asing dan menyelidiki praktik konsultasi bidang tertentu yang memuat informasi soal Cina.
Di sisi lain, 13 diplomat dari sembilan delagasi negara Barat dan Asia menyatakan, tantangan yang mereka hadapi ketika mengurus acara dengan isu kesetaraan gendera dan LGBT. Mereka menyebut Cina memberikan batas garis merah. Demikian pula kegiatan kultural.
Mereka mencontoh sejumlah kegiatan seputar topik yang dikeluhkan di atas, seperti pemutara film, diskusi panel mengenai perempuan di dunia kerja dalam memperingati hari perempuan internasional. Tuan rumah yang menyediakan tempat acara mundur.
Para diplomat itu menyatakan, polisi mengingatkan si tuan rumah mengenai hubungan dengan misi asing. ‘’Tindakan baru Cina ini membatasi soft diplomacy kedubes negara asing,’’ Guy Saint-Jacques, dubes Kanada untuk Cina antara 2012 dan 2016.
Menurut Uni Eropa (UE), pada April, aktivis HAM Cina, Yu Wensheng dan Xu Yan ditahan saat hendak bertemu pejabat UE di Beijing. Cina tak mengonfirmasi penanahan itu tetapi menegaskan pihaknya menentang campur tangan asing terhadap masalah dalam negerinya.