Di Pertemuan ASEAN, Menlu Kanada Soroti Kian Memburuknya Situasi di Myanmar
Kanada mendukung sentralitas ASEAN dalam menanggapi krisis di Myanmar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Kanada Melanie Joly menyoroti kian memburuknya situasi di Myanmar. Hal itu disampaikan ketika dia berpartisipasi dalam ASEAN Post Ministerial Conference yang digelar di Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Dalam pidato pembukaannya di pertemuan tersebut, Joly mengatakan, dunia sedang menghadapi guncangan geopolitik dan ketidakpastian. Konsistensi hukum internasional juga sedang diuji. “Tantangan ini membuat kemitraan yang berkembang antara Kanada dan ASEAN semakin penting,” ucapnya.
Dia kemudian mengungkapkan bahwa beberapa tantangan tersebut bersifat regional. “Sebagai contoh situasi di Myanmar terus memburuk. Krisis politik, ekonomi, keamanan, dan kemanusiaan bertambah, jumlah korban sipil bertambah, dan ancaman terhadap keamanan regional meningkat,” ucapnya.
Joly menekankan, Kanada mendukung sentralitas dan kepemimpinan ASEAN dalam menanggapi krisis di Myanmar. “Termasuk melalui Five Points of Consensus dan pekerjaan kantor utusan khusus (ASEAN untuk Myanmar),” ujar diplomat berusia 44 tahun tersebut.
Dia menambahkan, Kanada mendukung upaya menuju Myanmar yang damai dan demokratis, termasuk solusi jangka panjang bagi para pengungsi Rohingya. “Kekerasan yang dilakukan oleh militer harus diakhiri dan dukungan kemanusiaan harus menjangkau mereka yang paling membutuhkan,” kata Joly.
Sebelum dengan Kanada, ASEAN terlebih dulu menggelar Post Ministerial Conference dengan Uni Eropa. Pada kesempatan itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell turut menyinggung tentang isu Myanmar. Dia menegaskan bahwa perhimpunan Benua Biru tak mengakui pemerintahan junta Myanmar.
“Kami tidak mengakui junta militer dan percayalah Anda akan menemukan solusi untuk mengatasi masalah (Myanmar) ini,” ujar Borrell kepada para menlu ASEAN.
Krisis Myanmar menjadi perhatian utama dalam ASEAN Foreign Ministers Meeting (Retret Session) yang digelar pada Rabu (12/7/2023). Upaya menciptakan dialog di internal Myanmar menjadi salah topik yang dibahas.
Menlu RI Retno Marsudi mengungkapkan, saat memimpin sesi Retreat, dia memaparkan tentang apa yang sudah dilakukan Indonesia selama keketuaannya di ASEAN untuk menangani krisis Myanmar. “Saya sampaikan keterlibatan intensif dan ekstensif yang sudah dilakukan Indonesia selaku ketua, bahwa selama tujuh bulan ini kita sudah melakukan lebih dari 110 engagements. Ini bukan angka yang kecil. Ini membutuhkan upaya yang sangat besar,” ucapnya seusai sesi Retreat yang digelar di Hotel Shangri-la, Jakarta.
Retno mengungkapkan, keterlibatan yang dilakukan Indonesia dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan di Myanmar sejalan dengan mandat Lima Poin Konsensus (Five Points of Consensus). Dia menambahkan, tujuan engagements adalah membangun kepercayaan dan mempertemukan para pihak yang tidak pernah bertemu di Myanmar. Namun Menlu menekankan, keterlibatan bukanlah tujuan.
Dari serangkaian keterlibatan yang dilakukan Indonesia, diperoleh posisi masing-masing pihak di Myanmar. Bagian-bagian yang bisa dijembatani pun mulai dipetakan. “Dari engagements tersebut, saat ini paling tidak mulai dipikirkan adanya dialog. Jadi isu dialog juga dibahas dalam pertemuan (Retreat),” ungkap Retno.
Retno berpendapat keterlibatan telah menjadi modal dasar atau building block pertama. “Semua (negara anggota ASEAN) mendukung pentingnya mulai dipikirkan dialog sebagai next building block. Karena kami yakin hanya dengan dialog inklusif akan dapat diperoleh penyelesaian politik. Dan penyelesaian politik akan dapat menciptakan situasi damai yang durable,” ucap Menlu.