Puji Firli, Luhut Sebut Anggapan OTT Tolok Ukur Kesuksesan KPK adalah Kampungan dan Ndeso

"Kalau OTT-nya tidak ada, malah lebih bagus, berarti pencegahannya lebih baik."

Antara/Resno Esnir
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh M Nursyamsi, Flori Sidebang

Baca Juga


Seusai menghadiri acara bincang-bincang Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/7/2023), Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, dirinya tidak ingin operasi tangkap tangan (OTT) menjadi indikator keberhasilan kinerja KPK. Luhut menilai upaya pencegahan yang dilakukan KPK justru punya dampak besar dalam penghematan dan efisiensi bagi negara.

"Kita senangnya itu selalu lihat drama penindakan. Itu yang menurut saya tidak boleh. Kalau kurang jumlahnya yang ditangkap berarti enggak sukses. Saya sangat tidak setuju, kampungan itu ndeso, pemikiran modern itu makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan, itu yang sukses," ucap Luhut. 

Luhut mengatakan penurunan jumlah penindakan justru membuktikan bahwa kinerja pencegahan yang dilakukan KPK sudah berada di arah yang benar. Luhut meminta masyarakat melihat keberhasilan KPK dalam melakukan pencegahan korupsi yang memberikan banyak penghematan bagi negara.  

"Kita ngapain bangsa ini kita pamer-pamer OTT melulu, bangga lihat itu. OTT Rp 50 juta, Rp 100 juta, kau tidak pernah cerita berapa mereka (KPK) menghemat triliunan rupiah. Kalau OTT-nya tidak ada, malah lebih bagus, berarti pencegahannya lebih baik," kata Luhut.

Menurut Luhut, kerja KPK tak sekadar melakukan penindakan melalui OTT, melainkan juga melakukan pencegahan. Luhut menyebut KPK telah membantu pemerintah dalam membangun ekosistem dengan digitalisasi guna mengurangi potensi terjadinya korupsi.  

"Misalnya e-katalog. Jadi Rp 1.600 triliun belanja pemerintah per tahun itu kerja sama dengan KPK sehingga kalau kita lihat berkurang secara signifikan penyalahgunaan dana di daerah. Nah itu jangan tidak dihitung," ujar Luhut.

Luhut menegaskan, KPK memiliki tiga fungsi utama, mulai dar pendidikan, pencegahan, dan baru penindakan. Langkah KPK dalam pengembangan national single windows juga bagian dari pencegahan dengan ekosistem pemerintah berbasis elektronik.

Luhut pun mengapresiasi KPK era kepemimpinan Firli Bahuri. Ia pun memjui Deputi bidang Pencegahan dan Monitoring KPK selaku Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan.

Luhut mengatakan Firli dan Pahala justru mampu mengubah paradigma dengan menekankan aspek pencegahan yang justru memberikan dampak besar bagi penghematan melalui digitalisasi. Luhut mengaku, menyampaikan capaian pimpinan KPK tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya lapor ke presiden, Pak Presiden kerjanya si Pahala sama Firli ini hebat, paten. Karena menurut saya angka urusannya. Saya senang Pak Pahala di sini, tapi sudah kelamaan juga, mesti dipromosikan," ucap Luhut. 

Luhut mengaku telah mengusulkan kepada Jokowi agar Pahala mendapatkan promosi. Luhut menilai Indonesia memerlukan lebih banyak figur seperti Pahala yang berani dalam melakukan pencegahan korupsi. 

"Saya sampai bilang ke presiden, Pak Presiden pokoknya kita harus dorong dia karena kita harus cari orang-orang seperti Pahala yang berani. Kalau belum sempurna, yes, tapi jangan bilang hanya nangkap-nangkap saja, saya bilang kampungan," ucap Luhut. 

 


 

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, OTT yang dilakukan pihaknya paling banyak terjadi pada 2018. Dia menyebut, kala itu dirinya yang masih menduduki jabatan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK menggelar 30 operasi senyap.

"OTT terbanyak tahun 2018. Waktu itu saya Deputi Penindakan (KPK). 30 kali tangkap tangan (tahun) 2018," kata Firli, Selasa (18/7/2023).

Firli mengatakan, meski KPK banyak melakukan OTT, tapi nyatanya kasus korupsi masih terus terjadi. Padahal, jelas dia, aparat penegak hukum yang dilibatkan dalam memberantas rasuah pun sudah lengkap. Mulai dari kepolisian, jaksa hingga aparat pengawas internal pemerintah.

"Saya bertanya ini, gagalnya di mana kita mengelola negara ini? Kok bisa masih ada korupsi?" ujar dia.

Firli pun menyimpulkan, ada tiga cara memberantas korupsi, yakni melalui pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Menurut dia, seluruh upaya ini harus dilakukan secara berkesinambungan.

"Kesimpulan saya, berarti kita memang harus melakukan pemberantasan korupsi secara holistik. Tidak bisa hanya satu-satu. Pertama, kita melakukan pendidikan masyarakat untuk mengubah perilaku orang. Kan banyak yang mengatakan korupsi itu biasa, korupsi itu budaya, kita ubah," ungkap Firli.

"Kedua kita pencegahan, apa yang kita lakukan pencegahan? Adalah dengan cara perbaikan sistem. Jadi kalau pendidikan itu menyentuh perilaku orang per orang, sistem melakukan perubahan terhadap sistemnya pencegahannya, sehingga tidak ada celah dan peluang orang melakukan korupsi. Ketiga baru penindakan," tambah dia menjelaskan.

 

Kontroversi Firli Bahuri - (Infografis Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler