Berhentinya Rusia dari Kesepakatan Gandum Berdampak ke Zona Perang

Jalur inisiatif biji-bijian Laut Hitam sangat dekat dengan zona perang

AP Photo/Khalil Hamra
Awak kapal kargo Med Island, yang datang dari Ukraina dengan muatan gandum, mempersiapkan kapal untuk diperiksa oleh pejabat PBB, saat sedang berlabuh di Laut Marmara di Istanbul, Turki, pada 1 Oktober 2022. Kesepakatan ekspor biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative akan memprioritaskan negara-negara Afrika yang membutuhkan.
Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kremlin pada Selasa (18/7/2023) memperingatkan tentang risiko yang kemungkinan terjadi jika kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dilanjutkan tanpa Rusia.

Jalur inisiatif biji-bijian Laut Hitam sangat dekat dengan zona perang, dan itu harus dipertimbangkan jika terjadi kesepakatan baru, kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam konferensi pers di Moskow.

"Ini adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban militer kami karena kami sedang berbicara tentang zona yang berdekatan langsung dengan medan tempur, tanpa jaminan yang tepat, risiko tertentu akan muncul. Oleh karena itu, jika sesuatu direncanakan tanpa Rusia, maka risiko ini harus diperhitungkan," tegasnya.

Namun, Peskov mengatakan tidak mengetahui negara mana yang siap menghadapi risiko tersebut.

"Bahkan meski kami merebut wilayah yang menjadi zona ekspor biji-bijian ini, itu sudah jadi rahasia umum. Ini adalah fakta bahwa wilayah ini digunakan oleh rezim Kiev untuk tujuan militer. Ini adalah aspek sangat penting yang tidak bisa diabaikan," ujarnya.

Setahun yang lalu, Turki, PBB, Rusia, dan Ukraina menandatangani perjanjian di Istanbul untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari tiga pelabuhan Laut Hitam Ukraina.

Kesepakatan tersebut telah diperbarui beberapa kali sejak saat itu, dan diperpanjang selama dua bulan pada 18 Mei.

Di bawah kesepakatan tersebut, mereka membentuk Pusat Koordinasi Bersama yang didirikan tahun lalu di Istanbul untuk mengawasi proses pengiriman ekspor biji-bijian dari Laut Hitam. Namun, Rusia pada Senin (17/7/2023) memutuskan menangguhkan kesepakatan itu.

Pada Oktober tahun lalu, Moskow juga pernah menangguhkan kesepakatan biji-bijian selama beberapa hari karena serangan Ukraina terhadap kapal-kapal armada Rusia di Laut Hitam, menurut Kementerian Pertahanan Rusia.

Ketika ditanya apakah Presiden Rusia Vladimir Putin berencana untuk menghubungi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tentang kelanjutan kesepakatan tersebut, Peskov mengatakan belum ada rencana apa pun soal itu.

Peskov juga menegaskan kembali kesiapan Rusia untuk memberikan kompensasi pengiriman biji-bijian Ukraina ke negara-negara yang membutuhkan secara gratis.

"Sayangnya, jumlah yang kita bicarakan ini sangat kecil karena negara-negara termiskin di Afrika menerima (jumlah) paling sedikit dari kesepakatan biji-bijian," katanya.

Pada 27-28 Juli, Kota St. Petersburg akan menjadi tuan rumah KTT Rusia-Afrika edisi kedua untuk membahas berbagai isu, termasuk masalah ketahanan pangan, kata Peskov.

Lebih lanjut, Peskov mengatakan bahwa Rusia menghargai upaya Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres atas perannya terhadap perjanjian ekspor biji-bijian.

"Kami sangat mengapresiasi upaya Guterres dalam upaya meyakinkan negara-negara Eropa untuk memenuhi komitmen yang telah mereka buat," katanya.

Dia menolak tudingan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang menyebut bahwa keputusan Rusia untuk menangguhkan kesepakatan itu "tidak masuk akal."

"Rusia memenuhi kewajibannya dan memperpanjang kesepakatan ini beberapa kali, meskipun ketentuan kesepakatan yang menjadi kepentingan Rusia tidak dipenuhi," kata Peskov.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler